Aku ini orang yang aneh (lagi). Hasil tes EQ dari seorang aku menyatakan, bahwa aku bukanlah tipe orang yang ambisius untuk mendapatkan sesuatu. Apabila sesuatu itu blm bisa kudapatkan saat ini, maka aku akan menerimanya dengan lapang dada, tanpa ada rasa greget untuk mencoba lagi hingga mendapatkan hasil yang sesuai harapanku. Singkatnya bisa dikatakan, aku ini nggak punya daya juang.
Sebenernya sih, itu nggak sepenuhnya benar. Ketika aku gagal mendapatkan sesuatu, aku pasti mempunyai perasaan penasaran dan kehilangan, (semacam ada lubang yg dalam dan hitam di dada :") ingin mendapatkannya pokoknya gimana caranya mpcwjb. Akan tetapi, semangatku itu cuma panas-panas kotoran ayam. Cuma semangat di awal. Ketika hari berganti, dan kesibukan beruntun menerpa hati lemahku, semangat itu bagaikan mimpi di malam hari yang terlupakan. Jelas ini nggak bagus.
Anehnya aku sudah tahu, tapi aku nggak mau juga berubah. Semangat dan rencana-rencana layaknya seorang pelajar teladan tampak baik dan sempurna saat kucanangkan di sekolah. Namun sesampainya di rumah, banyak rintangan yang muncul dan begitu menggiurkan godaannya. Internet, makanan, kasur, televisi, novel..... Huuuhhhh!
Ada apa dengan aku? Apabila melihat kondisi teman-temanku, kupikir, aku termasuk manusia yang dikirim ke dunia ini dalam keadaan yang normal --tidak hidup terlalu susah maupun terlalu senang. Tentu aku sangat merasa bersyukur dengan keadaan ini, sehingga aku nggak perlu hidup pontang-panting kesusahan maupun jadi bersikap sombong akibat terlalu kaya. Harusnya dengan berada di kondisi ini, aku bisa menggenjot diriku untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
Motivasi itu selalu ada dalam diriku. Aku pengin sekolah ke luar negeri, persisnya sih, ke Korea Selatan, hehe. Entah kenapa, aku pengin aja. Bener sih, kalau dibilang gara-gara frekuensi nonton drama sama fangirlingan yang paling banyak meracuni jalan pikiranku ini. Setelah itu, aku pengin lanjut ke Arab, biar bisa ibadah haji tiap tahun. Semua itu harus kudapatkan dengan jalur beasiswa. Pengin belajar apa di sana? Kalau nggak bioteknologi atau pertanian, yaa, ilmu fisika. Ilmu fisikanya ini masih labil, sih. Tapi sejak kelas sebelas ini, guru fisikaku yang keren telah mampu membuka pikiranku yang terlanjur mengecap fisika sebagai pelajaran nggaj penting dan susahnya minta ampun menjadi sebaliknya. Guruku itu selalu berhasil memberi contoh, untuk apa ilmu pada bab itu dipelajari sehingga bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pertanyaan ini, materi macam ini dipelajari buat apa sih, fungsinya di masa depan, hampir selalu kutanyakan pada bapak ibu guru di kelas, kalau aku nggak malu dan nggak ngantuk. Ya...itu mimpiku. Tapi, ada keraguan besar yang mengantui setiap langkahku untuk meraih mimpiku --yang aku tahu ketinggian, yaitu kodratku sebagai perempuan. Aku udah menanamkan pemahaman bahwa, perempuan itu ya di rumah. Mau jadi apa anak-anak kalau ditinggal-tinggal orang tuanya? Kasih sayang dan didikan orang tua adalah fondasi dasar kehidupan seorang anak. Aku bilang gini berdasarkan hasil observasiku hidup di muka Bumi selama 16 tahun, dari reaksi teman-temanku yang selalu memandang iri padaku yang membawa bekal makanan lezat hasil kreasi ibuku tersayang. Kebanyakan ibu teman-temanku sibuk bekerja sehingga jarang memasak di rumah. Ya...itu...lupakan dulu.
Kalau kata guruku, buatlah daftar mimpi-mimpimu, maka kamu tanpa sadar akan termotivasi untuk mencoret semuanya dengan cara meraihnya. Dan kebanyakan orang, berhasil meraih apa yang dituliskannya di daftar itu. Mungkin gara-gara sebel kali ya, sampe kebawa mimpi dikejar-kejar kertas, ditagih, kapan kamu mau ngelunasin apa yang katamu mimpi besar itu, hehe. Ya...kedengarannya sih, keren. SAYANGNYA! Lagi-lagi, aku nggak percaya sama metode-metode ala motivator menjelang UN macam itu. Entah mengapa, pokoknya aku nggak suka. Menulis hal kayak gitu, kok rasanya hidup jadi terbebani . Tapi kan, hidup mesti ada target. Waaaa, pusinglah aku kalau sudah terperangkap di situasi ini. Syediihhh :"
Motivator setiaku adalah para pemain badminton dan trainee artis korea. Cara mereka bisa meraih apa yang kata orang-orang sebagai kesuksesan itu sama, lewat audisi pencarian bakat dulu. Sebelum berhasil lolos audisi, mereka telah sebelumnya berlatih dahulu dengan keras. Ikut les, latihan tiap hari, waktu main sama teman dan segala tetek bengek apa yang dikategorikan sebagai masa kecil bahagia ditinggalkan. Setelah lolos audisi, latihan yang jauuh lebih berat menanti.
Hwah, mental pejuang itu sungguh bagai batu karang. Semangat besar dan membara yang muncul gara-gara ingin meraih satu tujuan dan berawal dari mimpi. Terus fokus demi meraih impian.
Tapi, aku nggak bisa menyetir diriku sendiri untuk bisa kayak gitu! :" Kalaupun aku berhasil teracuni oleh kisah-kisah mereka, paling lama itu bertahan satu hari, paling cepet setengah jam. Kenapa sih, semangat cuma kalau mau UN? Aura persaingan, mungkinkah itu yang dibutuhkan seorang aku? Ketika hari-hari biasa, tak ada itu yang namanya aura persaingan, kalupun ada cuma sedikit. Hiiihhhh.... What is wrong with me? Aku kenapa? Aku pengin belajar layaknya pelajar... Tapi galau nggak jelas, risau nggak jelas, terjadi secara berulang dan berkelanjutan. Mengapa yang terjadi secara berulang dan berkelanjutan itu bukannya semangat untuk bekerja, beribadah, dan terus menjadi manusia yang lebih baik?
Oke, aku mau bilang, jadi seorang juara itu nggak ada yang instan. Semua ada prosesnya. Para pemain badminton senior aja mulai main badminton dari umur 6 tahun apa ya... Lari 5-9 km dua kali seminggu... Sebelum berangkat sekolah latihan, pulang sekolah juga latihan... Sama halnya dengan belajar... Kalau mau dapet hasil yang bagus, ya, siang malam yang semangat mencari ilmunya. Bukan karena semata-mata pengin dapet nilai bagus, tapi pengin meningkatkan keterampilan diri di berbagai cabang ilmu dan meningkatkan kualitas diri sebagai manusia yang bermanfaat bagi siapa saja, kapan saja, dan di mana saja selama masih dalam koridor yang benar.
Semangat ya AKU! FIGHTING!