![]() |
| Sumber: Story Instagram Gitasav |
Seorang ulama melemparkan dua lolipop ke tanah. Satu lolipop sudah terbuka bungkusnya, sementara satu lagi masih terbungkus dengan rapi. Kemudian sang ulama bertanya, "Mana yang akan kamu ambil?"
Orang tersebut mengambil satu lolipop yang masih terbungkus rapi. Lantas sang ulama berujar dengan bijak, "Begitulah seorang muslimah yang berjilbab. Dalam Islam, kita melindungi perempuan kami melalui jilbab,"
Pernah mendengar cerita di atas? Pasti nggak asing, kan? Aku mau berbagi juga nih, cerita lain yang menganalogikan perempuan dengan makanan. Mau jadi perempuan yang seperti pisang goreng atau lapis legit? Baca sendiri ya hehe
Sebenarnya, saat pertama kali membaca ataupun mendengar analogi-analogi tersebut, aku langsung bisa menangkap hikmah yang ingin disampaikan oleh pembuat analogi tersebut. Yaitu bahwa penting bagi seorang muslimah untuk memiliki kemampuan dalam menjaga dirinya. Karena seperti yang kita tahu, bahwa hal baik pasti akan dipertemukan dengan hal baik juga, begitupun sebaliknya. Dan memang terkadang kita butuh didesak dan dipojokkan biar tersadar kalo kita tu berbuat salah. Aku paham betul maksud baiknya..
Akan tetapi, yang membuat hatiku gusar adalah, yang pertama, mengapa analoginya harus menggunakan makanan dengan perbedaan yang begitu drastis? Seolah-olah versi makanan yang jelek itu begitu kotor. Ya walaupun memang mungkin benar, akan tetapi bagi orang yang mungkin merasa bahwa dirinya ternyata masuk ke kategori lolipop tanpa bungkus, atau pisang goreng, akan jadi makin merasa bahwa dirinya sudah terlanjur dapat predikat kotor, tak terjaga, bahkan hingga mungkin merasa tak lagi berharga. Alhasil, bisa jadi ia yang sebenarnya sedang berproses mengumpulkan niat untuk menjadi lebih baik jadi semakin down dan ga jadi deh. Ya mungkin analogi ini tepat untuk beberapa orang, terutama bagi yang sudah lumayan merasa menjadi golongan lolipop berbungkus atau lapis legit, karena posisinya dipuji dan disanjung oleh analogi tersebut. Tapi nggak semua orang bisa menerima analogi ini dengan baik.. Jadi sepertinya sih, analogi tersebut jangan diberikan untuk mengingatkan teman kita yang belum paham.
Yang kedua, mengapa yang dinasihati hanya spesifik kami yang perempuan? Bukankah laki-laki juga harus menjaga dirinya, baik dalam hal berpakaian maupun akhlak? Kenapa yang lebih banyak beredar di masyarakat, salah satunya melalui analogi-analogi seperti di atas, seolah hanya perempuan saja yang harus menjaga diri? Seolah laki-laki sudah pasti menjaga dirinya dengan baik, seolah sudah pasti berpakaian dengan benar, seolah sudah menjaga akhlaknya dengan sempurna? Mengapa tidak disampaikan sekalian, bahwa analogi tersebut berlaku baik untuk perempuan maupun laki-laki? Aku ga punya cukup ilmu sih untuk memperdebatkan analogi ini. Yang aku rasakan, dengan beredarnya narasi-narasi tersebut, seolah-olah hanya perempuan yang memiliki kewajiban untuk terus menjaga dirinya agar pada saatnya nanti kami bisa mempersembahkan versi diri kami yang terbaik bagi pasangan kami. Padahal, kedua pihak harus sama-sama berusaha, kan? Kalau orang yang simpel, nangkep maksudnya terus ga memperpanjang dan mempermasalahkan nggak papa juga sih. Cuma... persepsi yang terbentuk itu lho yang kadang memantik keresahanku hehe
Aku juga punya pengalaman pribadi tentang kerudung ini. Di saat beberapa teman SMP-ku memilih model seragam tanpa kerudung padahal berasal dari SD Islam yang seragamnya mewajibkan berkerudung, aku malah justru sebaliknya. Aku berasal dari SD Negeri dan seragamnya ya, pakai rok merah pendek dan kemeja putih lengan pendek. Dan temanku pun penasaran kenapa aku malah mantap berkerudung begitu masuk SMP. Aku pun sampaikan, aku begitu karena aku sudah paham bahwa usiaku sudah baligh. Meskipun seingatku sejak lahir hingga sekarang bapak ibuku tidak pernah sekalipun menyuruhku pakai kerudung, aku sadar dan mengerti, dari buku yang dibaca setiap ta'lim setelah Maghrib, kalau sudah masanya aku menunaikan kewajiban itu. Dan saat aku katakan alasanku tersebut, ia pun semacam jadi berpikir. Lalu akhirnya ia pun berkata, "Aku juga akan berkerudung lagi, kok. Tapi kalau sudah dewasa. Entah waktu kuliah, atau kalau sudah punya suami, hehe,"
Ya, aku pun saat itu tidak berpikir negatif juga mengenai apa yang menjadi pilihan temanku saat itu. Aku hanya berpikir, mungkin ia masih penasaran untuk merasakan kehidupan tanpa kerudung. Mungkin mereka masih suka sama fashion yang terlihat cantik, yang memang terkadang pemakaian kerudung itu menjadi sebab penghambat hehe. Ya sudah gitu, lho. Itu proses pencarian keyakinan mereka. Toh mereka juga sebenarnya sudah tau yang benar yang mana. Mereka hanya belum menemukan motivasi yang kuat untuk berpakaian sebagaimana mestinya. Dan seperti yang kita tahu, setiap manusia itu berdaulat atas dirinya sendiri karena dia diberikan kebebasan untuk memilih. Kalau ingin terjamin, ya sesegera mungkin melaksanakan aturan yang semestinya. Kalau belum ingin, ya gapapa, itu menjadi pilihan sendiri, yang juga berarti harus siap dengan konsekuensinya. Engga papa, beneran. Hanya perlu tahu saja, bahwa begitulah cara kerja dunia ini. Setiap pilihan pasti ada konsekuensinya..
Keempat adik di kelompokku juga kemarin berterus-terang, kalau salah satu hal yang masih perlu diperbaiki adalah dari cara berpakaian. Kerudung yang belum syar'i, masih bercelana jeans, dan sebagainya. Padahal aku belum pernah ketemu langsung sama mereka ataupun mengarahkan pembicaraan untuk membahas tentang cara berpakaian yang syar'i lho. Aku bahkan kasih contoh perilaku yang belum sesuai nilai Islam tu aku yang masih suka lupa baca basmalah sebelum makan. Tapi mereka confess hal itu sendiri tanpa paksaan. Artinya kan, sebenarnya mereka sudah sadar dan tahu kalau apa yang mereka lakukan itu belum benar. Mereka sudah tahu. Hanya perlu waktu. Jangan diburu-buru. Jangan di depan mereka kita jadi sok tahu. Kalau sudah waktunya, mereka juga pasti akan melakukannya kok. Cukup mengetahui dan memahami bahwa mereka sedang berjuang dengan proses yang dilaluinya masing-masing. Dan juga, jangan berhenti untuk tetap mengingatkan mereka. Ingat, bahwa kita dikirimkan ke dunia ini selain untuk beribadah, juga untuk saling mengajak kepada kebaikan. Wajib bagi kita untuk berdakwah semampu kita.
Dahulu alasanku masih berat berubah adalah karena belum punya pakaiannya, sih. Mau beli... juga belum punya uang. Ya sebenarnya ambil tabungan bisa saja. Tapi aku takut kalau berubah terlalu drastis akan dianggap berteman dengan orang yang melenceng. Jadi pelan-pelan kalau Ibu mau belikan baju aku akan bilang, "Carikan yang rok atau dress ya, Bu. Aku sekarang sudah mulai nggak nyaman pakai celana," Pelan-pelan, sekarang aku sudah hampir tidak pernah pakai celana keluar rumah. Kadangkala masih sih, kalau mau olahraga atau bersepeda, hehe
Jadi yang ingin kusampaikan adalah, jangan menstigmatisasi orang yang belum berkerudung. Kita memang tahu aturan yang sebenarnya bagaimana, pun kita tahu bahwa itu wajib. Akan tetapi, manusia adalah makhluk yang terus berproses. Jangan serta merta berpikiran negatif terhadap orang yang belum mampu menunaikan kewajiban sebagaimana mestinya. Kita kan tidak benar-benar tahu serumit apa mungkin situasi atau proses yang sedang mereka hadapi dengan ingin berubah menjadi lebih baik. Bisa jadi sebenarnya mereka sudah sangat ingin melakukannya, akan tetapi keadaannya sedang benar-benar tidak mendukung. Dan juga, suatu hal kalau dipaksa, dalam beberapa kasus, biasanya justru tidak akan bertahan lama. Hal itu karena motivasi internalnya belum ada, atau mungkin ada tetapi belum kuat. Kembali ingat lagi saja bahwa tugas kita adalah untuk saling mengingatkan kepada kebaikan. Kalau sudah diajak tapi belum mau, ya sudah. Tetap berteman baik dan jangan menyerah untuk tetap mengingatkan. Dan hanya Allah-lah yang paling berhak untuk menilai manusia dengan seadil-adilnya.
Juga tidak berarti bahwa aku membenci atau tidak menghormati pembuat analogi-analogi tersebut. Aku hanya kurang setuju dengan satu hal tersebut sehingga bukan berarti aku lantas menjadi oposisi mereka hehe. Maafkan bila ternyata aku salah. Aku juga masih manusia yang banyak lupa dan salahnya.. dan masih ingin terus belajar.
Jadi.. selamat dan semangat berproses dan bertumbuh semuanya!

