Apa ya yang salah dari diriku? Mengapa aku tidak bisa mempunyai banyak teman seperti yang sering ditampilkan teman-temanku di Instagram? Apakah aku tidak asyik dan terlalu kaku? Haruskah aku berubah sesuai standar perilaku normal manusia modern yang mereka anut?
Pertanyaan-pertanyaan itu selalu berputar di kepalaku. Menjelang tengah malam, overthinking meratapi betapa menyedihkannya nasibku. Seperti yang sudah sering aku ceritakan di beberapa post sebelumnya, aku memang selalu menghadapi kesulitan dalam berteman. Aku dianggap terlalu alim sehingga sering tidak dilibatkan ke acara-acara yang mereka tahu aku akan tidak nyaman menghadirinya. Tetapi aku juga belum sebaik itu sehingga kerap merasa penuh dosa dan terasing dari mereka yang sudah shalihah. Aku masih belum bisa lepas dari fangirling dan k-drama. Singkatnya, aku tidak bisa masuk ke kedua circle itu. Sementara, circle tengah-tengah belum pernah kutemui.
Aku beruntung sekali bertemu akhirnya dengan komunitas XK-Wavers di masa skripsianku. Mereka adalah teman-teman online yang bahkan namanya saja sering tidak tahu. Tapi semuanya saling menyambut dengan ramah dan senang. Ribuan member yang mengalami situasi, yang mungkin kurang lebih sama: penggemar budaya Korea yang juga bersemangat belajar Islam. Komunitas ini selalu berusaha untuk tetap memupuk keimanan di samping aktivitas fangirling yang masih belum bisa ditinggalkan. Saling mengingatkan untuk tidak tenggelam terlalu jauh, karena sejatinya tujuan kita hidup dan dikirim ke Bumi adalah untuk menghamba kepada Allah.
Topik menarik yang dibahas malam ini adalah tentang menjaga hubungan pertemanan dengan orang yang sebenarnya kurang seprinsip ataupun sefrekuensi dengan kita dalam konteks mempraktikkan agama. Seperti yang mungkin teman-teman alami, di kampus ada baanyak sekali jenis orang yang kita temui. Sebagai pribadi yang sedang ingin menjaga diri dan mempertahankan prinsipnya, aku merasakan bahwa sulit untuk membuat teman baru jika cara hidupnya saja sudah berbeda. Sebagai contoh, aku cenderung suka menyegerakan sholat, menghindari acara pesta yang penuh musik dan kegiatan hura-hura, serta hangout yang tujuannya hanya ketawa-ketiwi ngobrol dengan topik yang kurang bermanfaat. Terlebih lagi kalau acaranya sampai larut malam sekali, bahkan sampai pagi, dan bercampur baur tanpa tujuan yang jelas. Jadi, kalau memungkinkan, aku selalu berusaha menghindar untuk hadir.
Konsekuensinya apa? Aku jadi tidak terlalu dekat dan akrab dengan teman di kampus. Ada beberapa Alhamdulillah, tapi dasar manusia kurang bersyukur, aku merasa bahwa aku kurang dekat dengan lebih banyak orang. Ada masanya hingga aku menurunkan batasan yang kubuat dengan berpartisipasi di acara mereka. Tapi ujung-ujungnya, aku tetap tidak begitu dianggap juga. Hanya dilibatkan saat perlu saja. Tetap tidak bisa akrab, karena ya... Aku memang berbeda dan susah mencairkannya untuk bisa menyisipkan diri ke antara mereka, ke antara apa yang mereka sukai.
Lalu Kak Lila menjawab, bahwa teman itu salah satu bentuk rezeki. Mau aku ikutin semua acara, kalau mereka bukan rezekinya untuk menjadi temanku, ya tetap tidak akan jadi. Kalau rezekinya teman cuma 5, ya sudah, berarti memang cuma 5 itu. Selama ini kita selalu buta karena menggunakan standar kebahagiaan dunia, dimana salah satunya bahagia tu ya kalau punya temen banyak. Padahal belum tentu.
Mungkin Allah emang tetapkan aku punya sedikit teman karena itu yang terbaik untukku. Mungkin Allah tahu nanti aku jadi gampang stress kalo punya banyak temen karena orangnya terlalu berempati, apa-apa dipikirin dalem dan berat. Mungkin Allah tahu kalo aku orangnya emang gampang terseret arus, jadinya dijagain dengan punya teman dekat yang membawa pengaruh baik saja.
Sama aja kayak jodoh. Ada yang mungkin punya banyak temen cowok, sampe genit akut, tapi ga kunjung menemukan jodohnya. Eh ada yang dia menjaga banget dan di rumah terus, tiba-tiba ada yang ngelamar depan rumah.
Keluarga, jodoh, teman, pekerjaan, itu adalah beberapa bentuk rezeki. Jadi ya sudah, diterima aja apapun kondisinya asal sudah diusahakan, karena itu yang terbaik untuk kita agar meraih pahala maksimal. Mungkin di mata manusia terlihat malang dan menyedihkan. Tapi bisa jadi memang yang terbaik, biar kita inget terus sama Allah, biar bersandar dan berserah kepada Allah, jadi semakin dekat sama Allah, dan pahalanya jadi tambah banyak karena itu.
Dan jangan lupa, selalu niatkan untuk beribadah kepada Allah dalam setiap usaha kita untuk memperbaiki keadaan maupun meraih sesuatu, agar bernilai pahala. Buat apa susah-susah belajar, bekerja, berusaha pontang-panting, pusing-pusing ke sana kemari, berlelah-lelah, kalau tidak ditujukan untuk beribadah? Akan merugikan diri sendiri, yang seharusnya bisa nambah bekal di akhirat tapi tidak bernilai apa-apa. Semoga kita bisa terus berteman bersama hingga saling bertemu lagi kelak di jannah-Nya. Aamiin✨