Kematian. Takdir yang mengakhiri hidup manusia di dunia, yang kehadirannya adalah sebuah keniscayaan. Menghindarinya bukanlah sebuah pilihan. Mengatur waktu kedatangannya adalah hal yang hampir mustahil dilakukan. Hanya bersiap menghadapinya ranah yang masih bisa kita usahakan, berharap semoga akhirnya tetap berada dalam kebaikan.
Setahun ini aku terus merenung. Menyaksikan orang-orang yang aku kenal satu per satu berangkat lebih dahulu. Mengapa kematian itu datangnya begitu tiba-tiba? Mendadak muncul tanpa disangka-sangka. Mengapa tidak semua insan diberikan kesempatan untuk mendapatkan nikmat berupa rentang waktu untuk menyampaikan salam perpisahan ke orang tercinta dengan cara yang indah? Mengapa bahkan di detik terakhirnya ternyata beberapa orang memang harus menghadapinya sendirian? Sendiri menghadapi sakitnya meregang nyawa, yang mau tak mau harus dilalui sebagai tahapan menghadap kepada Sang Pencipta.
Kini, halaman belakang rumah telah sunyi.
Mbak Susi, tetangga terbaik yang selalu meramaikan rumah kami dengan obrolan yang disampaikan menggunakan suara cerianya. Jika berpapasan, tak malu-malu untuk menghampiriku dan bercerita dengan gembira. Tak peduli meski aku belum mandi atau baru terbangun dari mimpi. Masih sangat terpatri di otakku bagaimana Mbak Susi menceritakan dengan bangga bagaimana Mbak Lia berkontribusi membuat hand sanitizer di kampus. Bagaimana Mbak Lia berhasil meraih posisi pertama nilai UN SMA dan diliput media. Juga kebiasaan bertukar makanan yang dimasak dengan lezat dan tak lupa memperhatikan kehalalannya, agar kami yang Muslim bisa menikmatinya. Makanan terakhir yang diantarkan saat itu, mie panjang umur, rasa kaldunya masih tersimpan di kotak rasa lidahku. Dan kunjungan terakhir yang kuingat, Mbak Susi datang sampai pintu depan kamar, saat aku masih terkantuk-kantuk. Eh, malah punggungnya sempat terantuk lemari di depan kamar itu. Sayangnya, tak sempat kupandang wajah Mbak Susi di pertemuan terakhir itu.
Om Budi, yang pertemuan terakhirku juga tidak kutatap wajahnya. Ya gimana ya, aku cuman dasteran saat itu, malu sekali lah. Kali terakhir itu, Om Budi menawarkan meminjamkan bor untuk melubangi plat motorku, yang sebelum ini juga kutuliskan di sini. Om Budi menanyakan kabar dan keberadaan Bapak yang kujawab masih di luar kota. Eh ternyata itu percakapan terakhirku dengan Om Budi, yang biasanya juga cuma saling menyapa juga, sih. Om Budi menurutku adalah satu sahabat terbaik Bapak karena sama-sama punya ketertarikan di bidang elektro. Mbak Ginik cerita, kalau setelah kepergian Mbak Susi, Om Budi begitu merasa terpuruk dan kehilangan. Tapi tetap mendukung Mbak Lia untuk ke Bekasi melanjutkan cita karena masa depan yang masih panjang. Dan juga masih tetap rajin mendengarkan kajian keagamaan untuk mengisi hari-hari, sambil tetap berjuang menghadapi ujian penyakit.
Mbak Lia, yang sekarang juga sudah bekerja di Bekasi. Salah satu orang paling rajin, cerdas, dan pantang menyerah yang kutemui. Yang padahal sejak kepergian Mbak Nia aku berkomitmen untuk menjadi salah satu teman terbaiknya karena merupakan tetangga yang jarak rumahnya terdekat. Eh tetapi 10 tahun berlalu tetap saja tidak terealisasikan huhu. Maaf Mbak Lia karena aku gagal menjadi perantara penghilang rasa sepimu. Semoga di tengah kesendirian menghadapi dunia yang kini harus Mbak Lia hadapi, Mbak tetap diberikan kekuatan dan kelancaran oleh Allah. Aamiin...
Entah kenapa, saat ini aku jadi takut... karena tiap kali aku tidak memandang wajah seseorang yang dekat denganku, yang sebenarnya aku tahu sedang mengalami masa sulit karena sakit sehingga di detik-detik terakhir aku mendapatkan firasat, tak lama kemudian mereka pergi lebih dulu. Termasuk Eyang Umi. Kali terakhir pagi itu, saat aku masih mengantuk berat, aku hanya mengoleskan sedikit minyak kayu putih ke dada Eyang tanpa benar-benar memberikan perhatian apalagi memandang wajahnya. Satu hari berselang, Eyang pergi... saat sorenya aku tanpa sadar memiliki perasaan lewat, berandai-andai bagaimana jika Eyang pergi... yang ternyata berubah kenyataan..
Ya, kini, halaman rumah belakang sudah benar-benar sunyi...