PANAMA (Pena SMPN 5 Yogyakarta). Ya, itu adalah nama majalah sekolahku. Majalah tersebut sebagian besar disusun oleh para anggota ekstrakurikuler Jurnalistik. Sebagai salah satu anggota ekstrakurikuler tersebut, aku merasa cukup bangga. Itu karena kami yang masih merupakan siswa SMP sudah bisa menerbitkan majalah. Ya... meskipun baru bisa terbit minimal satu tahun sekali.
Selama satu tahun lebih waktu pembuatan majalah tersebut, banyak hal yang sudah kami lakukan. Waktu, tenaga, dan pikiran juga telah kami tuangkan untuk terbitnya Panama. Akan tetapi, ajaibnya, sepertinya aku belum pernah merasa terbebani dengan itu semua. Mungkin karena aku menyukainya.
Sebelumnya aku pernah bertanya-tanya, siapakah pelopor dibuatnya majalah Panama? (pertanyaan itu muncul saat aku telah mendapat majalah Panama, namun belum membaca isinya dengan teliti) Dan, pertanyaan itu terjawab dengan cepat ketika aku membolak-balik halaman hvs majalah Panama yang pertama kali kudapatkan saat kelas 7. Waktu itu, tiba-tiba muncul satu tumpukan tinggi majalah bersampul dominan coklat kekuningan di meja paling depan kelas. Kalau tidak salah, kali pertama aku melihat majalah tersebut (edisi sebelum 2012) adalah saat aku dan ibuku berkeliling SMPN 5 Yogyakarta selagi menunggu hasil penerimaan murid baru di rak yang tergantung di salah satu koridor. Di dalam majalah tersebut, terdapat artikel yang berjudul "Sang Pencetus PANAMA". Dari situlah aku tahu bahwa ternyata Pak Edi Purnomo Hudoyo-lah orangnya. Namun, ternyata beliau telah wafat 9 Juli 2011 lalu. Bersama Ibu Niken Sasanti dan Pak Saridjo, juga Ibu Surtiyati sang kepala sekolah saat itu, mereka memprakarsai berdirinya majalah Panama.
Dahulu, majalah Panama mempunyai "bengkel". Aku yang mulai menjadi siswa SMPN 5 Yogyakarta sejak pertengahan 2012 sampai saat ini belum pernah melihat ke dalam ruangan "bengkel" tersebut. Hanya papan bertuliskan "Bengkel Panama" yang tergantung di atas pintu ruangan yang kulihat. Pertama kali aku menyambangi depan tempat itu adalah saat masih menjadi siswa baru dan diajak keliling sekolah oleh kakak-kakak OSIS. Sebenarnya, aku penasaran. Tapi karena tempatnya yang di pojok belakang sekolah aku jadi takut. Dulu, pernah kami ingin membersihkan tempat tersebut. Kupikir, siapa tahu bisa dijadikan "markas" pembuatan artikel. Tetapi tidak jadi. Kalau tidak salah karena masalah kunci. Ya, sebenarnya aku sedikit kecewa. Tapi mau bagaimana lagi?
Dengan mengikuti kegiatan ini, aku yang seorang pemalu (emangnya pemalu?) bisa berkenalan dengan siswa-siswa selain dari kelasku. Menurutku, itu merupakan sesuatu yang berharga. Besok di SMA, aku ingin mengikuti ekstrakurikuler semacam ini lagi. Terima kasih, Panama. Terima kasih Jurnalistik. Terima kasih SMPN 5 Yogyakarta. Terima kasih semuanya...
Blog : jurnalistikpawitikra.blogspot.com
Twitter :
Wassalamu'alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh

2 comments
Salam kenal, aku masuk generasi pertama Panama yang terbit tahun 2002, dan seingetku Panama baru dapat ruang (+seperangkat komputer) sekitar tahun 2004, di belakang ruang guru, di bawah tangga. tapi aku nggak tau juga kalo akhirnya ruang itu dipindah ke belakang dan dinamai bengkel. Tapi yang jelas, itu ruangan jadi tempat melepas stres kami ketika persiapan UAN, dan kuakui pak Edi memang salah satu guru yang revolusioner pada masanya.
ReplyDeleteSalam kenal juga :)
DeleteWah, saya malah baru tahu kalau dulu Panama pernah punya ruang di dekat ruang guru, hehe. Info baru ^^
Dulu Pak Edi memang hebat ya, berarti?
Terima kasih atas kunjungannya ke blog ini