Pengakuan Dosa

By alfanadhya - December 14, 2019


Kemarin sore, setelah rapat di kampus dan sholat asar, aku berencana pergi ke kantor buat nugas. Sebenernya bisa aja pulang terus nugas di rumah. Tapi berhubung saat itu masih sedikit gerimis rintik-rintik, jalanan masih banyak kubangan air, dan badan sedikit lelah setelah rapat, aku memutuskan untuk mampir dulu.

Berhubung salah satu teman sedang di kantor, aku yang tidak punya kunci memastikan keberadaan orang dengan bertanya di grup chat, "Kamu lagi di kantor?"

Eh, malah dijawab begini sama teman satu kantor yang ikutan rapat juga tadi di kampus,

"Kalo mau ke kantor, nebeng dong,"

Hiyah. Pengen nolak sebenernya karena kita berbeda gender. Dia cowo, dan bukan Islam. Dan situasi ini sebenernya sudah kuprediksi suatu saat akan terjadi. Tapi, aku tidak benar-benar memersiapkan diri dalm menentukan langkah dan ucapan untuk menolak.

Sebenernya bisa aja kan aku jawab, "Aku pesenin gojek aja ya," biar kita ga satu motor.

Tapi aku kasihan ke dia kalo harus pesen gojek atau jalan, apalagi kondisinya sebenernya motorku bisa diboncengin. Tapi, aku punya prinsip gamau satu motor sama lawan jenis kalo bukan bapak atau adek laki-lakiku.

Tapi aku juga mikir, aku di kelas duduk satu meja sama cowo gapapa. Aku rapat melingkar campur sama cowo gapapa. Aku pergi ke luar kota sama cowo semua gapapa. Aku satu mobil cewe sendiri sama cowo semua gapapa. Meskipun semua itu terjadi hanya hitungan jari, dan dalam keadaan terpaksa, tapi aku masih memudahkan urusan-urusan tersebut. Apa bedanya dengan naik motor yang sama dengan cowo. Toh, kamu yang bakal di depan bawa motornya, bukan jadi pihak yang dibonceng.

Karena sejauh yang aku pahami, cowo cewe disarankan gaboleh satu motor karena kita tidak diperbolehkan berduaan dengan yang bukan mahram. Kalo cewe yang di belakang diboncengin dan cowo di depan, besar kemungkinan muncul fitnah dan rumor yang merugikan kedua belah pihak. Aku punya pikiran, kalo cewe yang ngeboncengin di depan, kan orang ga bakal mikir aneh-aneh ga sih? Paling mikirnya mereka ga ada apa-apa, cuma boncengan biasa kayak ojek, cuma ... Cuma mau ke mana Alfa? Astaghfirullah! Sama ajaaaa!!

Karena mindset itu yang terbersit, selain pendapat yang barusan terpikirkan bahwa posisi depan belakang mu dituker gimana juga sama aja, akhirnya aku setuju untuk ngeboncengin dia. Aku taruh tas aku di belakang biar ada pembatas. Dia juga mundur pol belakang biar ada jarak. Agak bersyukur karena dia paham dan selama perjalanan, kita ga sentuhan sama sekali.

Dan baru saja aku menonton video hijbalila. Katanya, berhubungan dengan yang bukan mahram itu boleh asalkan untuk kepentingan syar'i. Lah aku kemarin, apakah alasanku syar'i? Aku rasa tidak. Karena, kita berdua boncengan buat pergi ke kantor yang mana kepentingan kita di sana sebenernya bukan untuk urusan pekerjaan hari itu. Aku ke sana buat nugas, dia ke sana buat main game.

Ya, aku tetap saja salah. Menerobos batas yang ada hanya karena pemikiran pendek, dangkal, dan kekanak-kanakan. Karena kepikiran terus atas kesalahan yang kuperbuat itu, aku nanya ke adek.

"Dek, kalo ada temen yang minta diboncengin, laki-laki, kamu terima ga?"

"Hah? Ojo lah kak!!"

Huhu, bahkan adekku aja setuju kalo aku salah. Aku pengen cerita ke ibu, mengakui dosa. Ga berani cerita ke bapak. Gimana nih... Aku ... Apa yang bakal aku ceritain ke Allah di akhirat besok... Bapak ibu kena dampaknya juga kah karena dosaku ini? Pengen nangis T.T

UPDATE :
Jadi, aku baru aja cerita ke ibu tentang masalah di atas. Adek juga ikut dengerin.

"Buuu, aku pengen cerita tapi jangan marah, yaaa,"

"Hayo, kowe ngopo, ngrusakke opo hayo. Barang berharg dudu?"

"Engga buuu. Aku...dah boncengin temen laki-laki dua kali. Yang pertama habis makan-makan pembubaran mau rapat ke kantor. Yang kedua, kemarin dari kampus ke kantor, huwaaa huhuhu,"

Terus kata ibu, "Ealaaah, kalo tujuannya bantuin, yo udah gapapa. Taruh tas di belakang buat batas,"

"Udah, Bu, dia juga duduknya ke belakang banget"

"Yowis,"

"Walah Kak, tak kiro kowe ki dijaluki tulung mbonceng meh ngopo aneh-aneh. Jebul. Mung ngono. Nek wis kelakon ki yo wis,"

"Atau, besok lagi kalo ada kayak gitu lagi aku bilang 'Ku pesenin gojek aja ya,' gitu gimana?"

"Yo ojo! Mesakake to ya malahan,"

Oke, aku mulai merasa lebih baik sekarang. Tapi tetap saja, aku ga bakal dengan mudah nge-iya-in lagi. Pokoknya gitu.

Semangat!!

  • Share:

You Might Also Like

0 comments