Idaman, Katanya

By alfanadhya - December 12, 2022

I N T R O
Januari 2022. Malam itu. Sebuah obrolan sambil lalu saat reuni dengan teman-teman startup bersama dengan "Bapak" kami semua, sang penasihat, pembimbing, sekaligus investor kami.

👨🏽‍✈️: Alfa ini pasti banyak yang suka, ya? Ayo, ini mumpung, sekalian nyusul lamaran aja (*kebetulan di restoran bersamaan sedang ada acara lamaran)
🧕: Eh, nggak juga, Pak. Sampai sekarang belum kelihatan siapa, ya, jodohnya. Sebuah pencapaian lho, Pak, sampai sekarang aku belum pernah ada yang nembak hehehe
👨🏽‍✈️: Wah, ini pasti karena pada mikir kalo Alfa nih terlalu sempurna, makanya nggak ada yang berani. Kayak tadi, nggak mau makan karena nurut Ibunya yang nyuruh diet, itu kan berbakti namanya. Istri idaman lah ya, hahaha
🧕: Ei, pada nggak tahu aja, Pak, aslinya aku gimana...
👨🏽‍✈️: Loh, ya kan, punya persepsi itu, boleh saja?
🧕: Iih, ini kenapa dari tadi aku melulu, sih yang diginiin? Kan ada temen-temen yang lebih tua lhoo...

---

Istri idaman. Pujian itu bukannya baru kali pertama aku terima. Gara-gara kejadian malam itu, aku jadi ingat tentang selembar kertas yang mencatat bahwa sejak awal masih jadi siswa kelas X SMA, ternyata pujian itu sudah mulai aku dapatkan. Ya walaupun agak beda, disebutnya "istri sholehah-able". Kalau diingat, pernah juga seorang teman ekstrakurikuler memanggilku "Bunda"—teman perempuan, ya—karena menurutnya aku penyayang dan sabar seperti seorang ibu. Ada juga teman sekelas, kalau tidak salah ingat, memujiku karena menurutnya aku merupakan istri sholihah idaman. Kalau disimpulkan, beberapa kali sudah aku menerima pujian karena memiliki aura sosok istri ataupun ibu yang baik (?)

Mendapatkan pujian-pujian yang terdengar indah seperti itu, perempuan normal mana yang tidak merasa berbunga-bunga? Huh, kalau mau jujur, awalnya aku pun merasa bangga karena bisa membawakan persepsi yang baik seperti itu. Saking senangnya, perut ini rasanya ada yang menggelitiki. Akan tetapi, perasaan itu ternyata tidak bertahan lama. Hanya selang beberapa menit setelah berpisah dengan sang pemberi pujian, perasaan bahagia itu berubah menjadi perasaan bersalah. Merasa tak pantas karena menyadari, bahwa diri ini sungguh masih jauh dari kata pantas untuk menyandang predikat pujian tersebut.

Ikut kajian belum konsisten. Datang kelas tahsin masih terkadang merasa malas, bahkan pernah sengaja membolos karena malas belajar. Baca Al-Qur'an dengan tajwid sesuai yang dipelajari di kelas tahsin kadang malasnya minta ampun. Bangun tahajjud dan sholat subuh tepat waktu masih berat. Waktu luang masih lebih suka digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat, seperti fangirling. Bukannya untuk belajar bahasa Arab atau ilmu lain yang lebih berguna. Kalau libur malas bangun pagi. Astaghfirullah 😔

  • Share:

You Might Also Like

0 comments