WHO AM I

Bingung dengan judul entri saya di atas? Tidak usah pusing-pusing. PAS dan UAS adalah dua hal yang sama, namanya saja yang berbeda. Alasan saya menulis entri baru, jawabannya tidak ada. Saya hanya merasa bosan. Ingin saja rasanya rehat sejenak dari deretan baris materi pelajaran sejarah dan rumus-rumus kimia.

Ya, besok adalah ujian akhir semester 3 saya di SMAN 1 Yogyakarta. Bukan rentang waktu yang sebentar sebenarnya. Akan tetapi entah mengapa saya merasa semua berjalan begitu cepat (lagi-lagi -_-).

Rasanya baru kemarin saya bersama teman-teman sibuk mempersiapkan penerimaan anggota baru sie jurnalistik SIGMA. Rasanya baru kemarin nyekip buat ini itu. Rasanya ... rasanya...

Saya bingung. Mengapa manusia bisa dengan mudahnya merasa bingung? Mengapa manusia bisa dengan mudahnya melewatkan waktu? Mengapa manusia sangat mudah untuk terjerumus pada pilihan yang terlihat menyenangkan di permukaan daripada pilihan yang penuh dengan pengorbanan? Mengapa manusia sangat sering membuat pilihan yang terburu-buru?

Saya sekarang sangat ingin belajar, tapi merasa bosan. Apakah ini suatu hal yang wajar? Ya, tentu saja. Namun menjadi tidak normal ketika kebosanan terjadi setiap kali saya belajar. 

Ayo semangat! Ingatlah impian awalmu masuk ke sekolah ini. Ingatlah apa yang sudah kau impikan dan harapkan dengan diterimanya dirimu di sekolah ini. Tidakkah kau ingat, banyak temanmu di luar sana yang dahulu sangat ingin masuk ke sekolah ini tapi tidak kesampaian? Jangan buat kesempatan yang telah diberikan orang lain kepadamu sia-sia begitu saja. Belajarlah yang rajin. Buat dirimu sendiri senang melihat keadaanmu. 

Jangan kebanyakan mengeluh! Waktumu cuma habis kalau buat mengeluh. Masih banyak hal yang seharusnya bisa kamu lakukan kalau tidak mengeluh. Ayolah! Semangat! Kamu bisa, harus bisa, pasti bisa! Belajarlah selagi kamu masih diberi kesempatan untuk belajar di sekolah yang bagus, fasilitasnya keren, gurunya pinter-pinter, temennya juga ga segan-segan berbagi ilmu denganmu. Belajarlah yang rajin sehingga kamu bisa membuat perubahan yang baik untuk negerimu. Belajarlah, sehingga besok gede bisa mempersempit jurang kualitas sistem pendidikan di kota dan di desa. Belajarlah, agar kamu bisa menjadi manusia yang lebih baik. Belajarlah untuk beribadah.

SEMANGAT ALFA!

Semangat Teladan 59!

Selamat PAS 2016!

tutuplah tahun ini dengan hal yang indah :)

Aku ini orang yang aneh (lagi). Hasil tes EQ dari seorang aku menyatakan, bahwa aku bukanlah tipe orang yang ambisius untuk mendapatkan sesuatu. Apabila sesuatu itu blm bisa kudapatkan saat ini, maka aku akan menerimanya dengan lapang dada, tanpa ada rasa greget untuk mencoba lagi hingga mendapatkan hasil yang sesuai harapanku. Singkatnya bisa dikatakan, aku ini nggak punya daya juang.

Sebenernya sih, itu nggak sepenuhnya benar. Ketika aku gagal mendapatkan sesuatu, aku pasti mempunyai perasaan penasaran dan kehilangan, (semacam ada lubang yg dalam dan hitam di dada :")  ingin mendapatkannya pokoknya gimana caranya mpcwjb. Akan tetapi, semangatku itu cuma panas-panas kotoran ayam. Cuma semangat di awal. Ketika hari berganti, dan kesibukan beruntun menerpa hati lemahku, semangat itu bagaikan mimpi di malam hari yang terlupakan. Jelas ini nggak bagus.

Anehnya aku sudah tahu, tapi aku nggak mau juga berubah. Semangat dan rencana-rencana layaknya seorang pelajar teladan tampak baik dan sempurna saat kucanangkan di sekolah. Namun sesampainya di rumah, banyak rintangan yang muncul dan begitu menggiurkan godaannya. Internet, makanan, kasur, televisi, novel..... Huuuhhhh!

Ada apa dengan aku? Apabila melihat kondisi teman-temanku, kupikir, aku termasuk manusia yang dikirim ke dunia ini dalam keadaan yang normal --tidak hidup terlalu susah maupun terlalu senang. Tentu aku sangat merasa bersyukur dengan keadaan ini, sehingga aku nggak perlu hidup pontang-panting kesusahan maupun jadi bersikap sombong akibat terlalu kaya. Harusnya dengan berada di kondisi ini, aku bisa menggenjot diriku untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain.

Motivasi itu selalu ada dalam diriku. Aku pengin sekolah ke luar negeri, persisnya sih, ke Korea Selatan, hehe. Entah kenapa, aku pengin aja. Bener sih, kalau dibilang gara-gara frekuensi nonton drama sama fangirlingan yang paling banyak meracuni jalan pikiranku ini. Setelah itu, aku pengin lanjut ke Arab, biar bisa ibadah haji tiap tahun. Semua itu harus kudapatkan dengan jalur beasiswa. Pengin belajar apa di sana? Kalau nggak bioteknologi atau pertanian, yaa, ilmu fisika. Ilmu fisikanya ini masih labil, sih. Tapi sejak kelas sebelas ini, guru fisikaku yang keren telah mampu membuka pikiranku yang terlanjur mengecap fisika sebagai pelajaran nggaj penting dan susahnya minta ampun menjadi sebaliknya. Guruku itu selalu berhasil memberi contoh, untuk apa ilmu pada bab itu dipelajari sehingga bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pertanyaan ini, materi macam ini dipelajari buat apa sih, fungsinya di masa depan, hampir selalu kutanyakan pada bapak ibu guru di kelas, kalau aku nggak malu dan nggak ngantuk. Ya...itu mimpiku. Tapi, ada keraguan besar yang mengantui setiap langkahku untuk meraih mimpiku --yang aku tahu ketinggian, yaitu kodratku sebagai perempuan. Aku udah menanamkan pemahaman bahwa, perempuan itu ya di rumah. Mau jadi apa anak-anak kalau ditinggal-tinggal orang tuanya? Kasih sayang dan didikan orang tua adalah fondasi dasar kehidupan seorang anak. Aku bilang gini berdasarkan hasil observasiku hidup di muka Bumi selama 16 tahun, dari reaksi teman-temanku yang selalu memandang iri padaku yang membawa bekal makanan lezat hasil kreasi ibuku tersayang. Kebanyakan ibu teman-temanku sibuk bekerja sehingga jarang memasak di rumah. Ya...itu...lupakan dulu.

Kalau kata guruku, buatlah daftar mimpi-mimpimu, maka kamu tanpa sadar akan termotivasi untuk mencoret semuanya dengan cara meraihnya. Dan kebanyakan orang, berhasil meraih apa yang dituliskannya di daftar itu. Mungkin gara-gara sebel kali ya, sampe kebawa mimpi dikejar-kejar kertas, ditagih, kapan kamu mau ngelunasin apa yang katamu mimpi besar itu, hehe. Ya...kedengarannya sih, keren. SAYANGNYA! Lagi-lagi, aku nggak percaya sama metode-metode ala motivator menjelang UN macam itu. Entah mengapa, pokoknya aku nggak suka. Menulis hal kayak gitu, kok rasanya hidup jadi terbebani . Tapi kan, hidup mesti ada target. Waaaa, pusinglah aku kalau sudah terperangkap di situasi ini. Syediihhh :"

Motivator setiaku adalah para pemain badminton dan trainee artis korea. Cara mereka bisa meraih apa yang kata orang-orang sebagai kesuksesan itu sama, lewat audisi pencarian bakat dulu. Sebelum berhasil lolos audisi, mereka telah sebelumnya berlatih dahulu dengan keras. Ikut les, latihan tiap hari, waktu main sama teman dan segala tetek bengek apa yang dikategorikan sebagai masa kecil bahagia ditinggalkan. Setelah lolos audisi, latihan yang jauuh lebih berat menanti.

Hwah, mental pejuang itu sungguh bagai batu karang. Semangat besar dan membara yang muncul gara-gara ingin meraih satu tujuan dan berawal dari mimpi. Terus fokus demi meraih impian.

Tapi, aku nggak bisa menyetir diriku sendiri untuk bisa kayak gitu! :" Kalaupun aku berhasil teracuni oleh kisah-kisah mereka, paling lama itu bertahan satu hari, paling cepet setengah jam. Kenapa sih, semangat cuma kalau mau UN? Aura persaingan, mungkinkah itu yang dibutuhkan seorang aku? Ketika hari-hari biasa, tak ada itu yang namanya aura persaingan, kalupun ada cuma sedikit. Hiiihhhh.... What is wrong with me? Aku kenapa? Aku pengin belajar layaknya pelajar... Tapi galau nggak jelas, risau nggak jelas, terjadi secara berulang dan berkelanjutan. Mengapa yang terjadi secara berulang dan berkelanjutan itu bukannya semangat untuk bekerja, beribadah, dan terus menjadi manusia yang lebih baik?

Oke, aku mau bilang, jadi seorang juara itu nggak ada yang instan. Semua ada prosesnya. Para pemain badminton senior aja mulai main badminton dari umur 6 tahun apa ya... Lari 5-9 km dua kali seminggu... Sebelum berangkat sekolah latihan, pulang sekolah juga latihan... Sama halnya dengan belajar... Kalau mau dapet hasil yang bagus, ya, siang malam yang semangat mencari ilmunya. Bukan karena semata-mata pengin dapet nilai bagus, tapi pengin meningkatkan keterampilan diri di berbagai cabang ilmu dan meningkatkan kualitas diri sebagai manusia yang bermanfaat bagi siapa saja, kapan saja, dan di mana saja selama masih dalam koridor yang benar.

Use these words to create a short story. Fighting \(^_^)/

1. Agitator (noun) => penghasut, mesin pengaduk

2. Panacea (noun) => obat mujarab, sesuatu yang dipercaya dapat mengatasi masalah

Let's start!

Tons of reverent words will create a cocky man. Nothing can be the panacea for that case. Many people believe in that statement. Yeah, I admit that what they think is reasonable. But, it does not always occur in the same exact way.

There was a diligent and rigorous student in Wonogiri. But, he had been a student without any big achievement. He had never become a famous student. We can say, he had been an ordinary student... until came one time when he moved to Jogja as a new senior high school student. In his new school, he found something new that he could not find in his school in Wonogiri. That was a journalistic club, where he could learn how to write stories, news, and more. Moreover, the articles made by the members would be published in a form of school magazine. Without any hesitate feeling, he chose to join that club.

Until came one day where he joined a journalist competition to report a football league. He struggled hard to win that competition because he wanted to prove his seniors that he had mastered the journalistic materials they had given to him. It turned out that he became the first winner. It was a great pay back since he always went back home late to interview people so that he could write an amazing news. A sudden situation that had never been felt by him happened. The whole school praised him due to his achievement. But, he did not pay attention to their episodic-friendly face, because he thought that they were just agitators who would like to break his humble side.

Ini kesibukan baru kami

Kami sibuk berdiam diri
Kami sibuk bersenam ibu jari
Beradu argumentasi beralatkan ketik dan spasi
Berkompetisi ciptakan intuisi manis tanpa saksi
Dan hadirkan kelimpungan tanpa rasa menzalimi

Use these words to create a short story. Good luck^^

1. Reprimand (v) => menegur sesuatu yang salah
2. Drowsy (adj.) => (1) sangat lelah dan ingin tidur, mengantuk (2) aman, tentram
3. Stammer (n) => cara bicara gagap
4. Laud (v) => memuji
5. Deprived (adj.) => tanpa uang, sandang, pangan yang diperlukan
6. Lawn (n) => halaman berumput
7. Mow (v) => memotong rumput, jagung, dll

Sumber : Line dictionary

Let's start!

I've never been lauded. I am used to achieve everything without any compliment. My parents said,

"What is so amazing about the competition you have won? You just wasted your precious time to do a lot of useless activities. It's much better for you to go around the lawn and mow the grass."

Yeah, they will only praise me if I do some house chores. If I go to school on my holidays to finish my research, they will only reprimand me like a criminal. And, the way I respond to their painful words is so pathetic. I can only stammer to answer them.

But, they are not that bad though. When I feel drowsy and need massage, my mom will always be ready to stay awake until late at night to relax my body. And my dad will be busy in the kitchen to cook me a bowl of instant noodle.

When I think about that further, I believe my parents do not hate me at all. What are their premises so that they still stay beside me when I am tired? In my view, the reason they treat me that cruel everytime I go to school to finish my research on holidays is because of their love as parents. They don't want their child to get sick because their child is too busy to finish the research. Maybe they just want their child to live a simple life.

But, what can I do to stop my fanaticism to science and research? I really love research.

Anyway, I love my parents^^

Use these words to make a short story, good luck!

1. Scam (n) => penipuan untuk mendapatkan uang
2. Mausoleum (n) => bangunan sebagai tempat jenazah bagi orang penting yang diawetkan
3. Depict (v) => melukiskan
4. Contagious (adj.) => menular
5. Assassination (n) => pembunuhan
6. Sob (v) => menangis sesenggukan
7. Fugitive (n) => buronan

Let's start! ^^

Citizens from all around the city queued in front of the mausoleum. Not even a single word came out from their mouths. Only their tears that was showed. If just one of them had sobbed, then just like a contagious disease, they would have sobbed together and created an opera-like crying sound. The point was, their face were enough to depict the current situation in that city.

The police finally could reveal that suicide was just a fake reason created by a friend of the criminals to cover up the case. He was actually died because of the assassination during his duty. That group had been city fugitives for months because of their crime, that was scam. He disguised himself as a fisherman in a harbour when he saw that group. Actually, he came to the harbour with his team. But, they scattered to ease the searching of the criminals. When he saw them, he directly followed them in silence and forgot to tell his friends. Finally, he end up died in their hands because he had to fight them alone without any help.

The body that was lying in that mausoleum deserved all the respects from the whole city. The criminals were sent to the jail.

Use these words to create a short story, fighting!

1. Wistful (adj.) => sayu, sedih
2. Premise (noun) => alasan
3. Sculptor (noun) => pemahat, pematung
4. Hasty (adj.) => tergesa-gesa
5. Jinx (noun) => nasib buruk

Let's begin!

Adi had been sitting in front of his house since dawn. He showed his wistful face. He thought over and over about his life. 'It's not a jinx, right? I had made the best decision, right? I know myself very well! I'm not that kind of person who would take a hasty decision. Moreover, it's about my future!' said him to himself all this day. Thinking about those words made him felt stressful. And finally, dusk came. Her mom called him to go in. Before he left his meditation spot, he asked himself one more time. 'What is the premise so that I need to suffer in this kind of situation? Is this because of my dream to be a sculptor? My country will also be proud if I become a talented sculptor!'

No one answered his question. Desperately, he turned his back. But, quietly, someone whispered a sentence into his left ear.

"The strongest beaten tennis ball will bounce the highest."

Bukanlah hal yang ganjil ketika seorang perempuan berusia 16 tahun memiliki banyak pikiran. Melangkahi batas dari dunia remaja menuju dunia dewasa. Tidak sedikit masalah yang harus dihadapi. Bukan hanya mengenai satu aspek, namun juga dari berbagai aspek. 

Seperti kisah seorang gadis dalam masa 16 tahunnya. Dunia belajarnya tidak jauh berbeda dengan dunianya semasa smp dahulu, sungguh. Akan tetapi, di dunia barunya ini ia bertemu dengan banyak teman baru. Ia tidak pernah membayangkan untuk bertemu dengan mereka sebelumnya. Namun sekalinya ia berkenalan dengannya, ada semacam magnet yang membuatnya terus tertarik untuk bermain dengan si teman baru. Meski tak terelakkan fakta bahwa banyak hal yang harus ia korbankan demi dapat terus berhubungan baik dengannya, ia tetap terus mempertahankannya. Ya, mungkin untuk beberapa kesempatan ia cukup berani untuk menolak tawaran persahabatan dari teman yang semacam. Ia benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk menolak tali pertemanan saat itu. Akan tetapi, sesungguhnya, jauh di lubuk hatinya ia sangat ingin menerima uluran tangan mereka. 

Pertanyaan tentu tersempil di pikiran, apa yang mendasarinya untuk tetap kokoh bersahabat dengan teman, yang belum kelihatan akan memberinya timbal balik dalam waktu dekat? Ia pun sesungguhnya bingung. Pernah ia berpikir untuk keluar dari lingkaran teman-temannya itu dan fokus pada tujuan awal ia bersekolah. Akan tetapi, ternyata lingkaran tersebut tidak memiliki jalan keluar yang cukup terang. Ia seakan telah terperangkap dalam sebuah maze, yang baru dapat melepaskan korbannya setelah semua tugas diselesaikan dengan baik oleh si korban. Maze tersebut tidak menuntut korbannya telah menjadi seorang ahli yang profesional. Akan tetapi, maze tersebut menuntut korbannya untuk terus menempa dirinya menjadi manusia yang lebih baik. Maze tersebut ingin melihat grafik kenaikan kualitas si korban setiap hari. Meski tidak mungkin bagi korban untuk selalu memiliki grafik naik, setidaknya si korban terus berusaha untuk membuatnya tetap naik, begitu kata si maze. 

Menurut cerita banyak orang, setiap korban yang telah lulus dari didikan sang maze akan meneteskan air mata. Mengapa? Hal itu karena si korban akan selalu teringat betapa besar jasa sang maze dalam membentuk kualitas dirinya. Betapa bergunanya semua ajaran sang maze dalam kehidupan nyata, yang sangatlah jauh lebih keras dalam menekannya daripada terkungkung dalam maze dengan pintu keluar yang gelap.

Hingga suatu hari si gadis pergi keluar, berjalan-jalan bersama salah seorang temannya. Mereka akan pergi ke suatu tempat untuk berbagi kebaikan dengan orang lain. Ia telah berniat dari awal bahwa ia pergi untuk menjaga hubungannya dengan si teman. Akan tetapi, sejujurnya ada semacam benda yang membuatnya merasa sedikit enggan untuk ikut serta. Ia seakan telah merasa lelah untuk berusaha menjaga hubungan baik dengan teman-temannya. Perasaan itu terus bertengger hingga acara berakhir. Si teman pun datang menghampirinya dan berkata,

"Tak apa bila kamu belum bisa ikhlas melakukannya hari ini. Namun aku ingin memberi tahumu satu hal, bahwa pahala yang kamu dapat akan berlipat jauh ketika disertai keikhlasan. Lihatlah senyum mereka ketika melihat kita datang. Jangan jadikan bibir mereka turun ke bawah hanya karena ketidaktulusan hatimu. Memang ini butuh tahapan, butuh proses. Maka, mulailah belajar ikhlas setiap kali aku mengajakmu ke tempat ini agar pahalamu menjadi berlipat dari hari ini."

Seketika gadis itu pun tersadar mengenai hakikat pertemanannya selama ini. Ia harus selalu ikhlas dan tersenyum dalam menghadapi setiap permintaan temannya. Tak ada yang seluruhnya berjalan sempurna memang. Dan juga, manfaat dan makna di balik menghadapinya tidak akan langsung dirasakan. Akan tetapi, tekanan akan membuatmu menjadi lebih dewasa, begitu bunyi sebuah pepatah yang pernah ia dengar. Semua tekanan itu, apabila dijalani dengan ikhlas dan kepala dingin, akan sangat bermanfaat ketika ia hidup di dunia nyata kelak, setelah ia lulus dari bimbingan maze. Sedikit menyimpang dari dunia belajar smp memang merupakan suatu tahapan hidup yang harus dijalani, karena hidup itu kan tidak akan selalu statis. Kalau kamu ingin selalu berada dalam zona nyamanmu, maka hal yang lebih tinggi akan sulit untuk diraih.

Gadis itu pun kini tersenyum. Ia sadar, bahwa ia tidak akan berubah menjadi lebih baik seandainya ujian dan tekanan itu, yang tanpa teman-temannya sadari mereka berikan, ia terima. Ia tidak akan menyadari kekurangannya dalam berbagai aspek bila seandainya ia tak bertemu dengan mereka. 

Hanya saja, masih ada satu hal yang belum dapat ia pecahkan. Bagaimana resep mengembangkan senyum di bibir ibunya setiap kali ia pulang ke rumah?

.

.

.

.

.

to be continued