WHO AM I

It's been a while since I write my blog post in English. Tonight, I really want to write my post in English, out of nowhere. But the main reason is that I just opened my blogspot site and I took the browser's suggestion to translate my writings in English. When I scrolled down to read the translation, I feel like, wow, it would be just amazing if I could write my posts in English without Google Translate's help. I really enjoy to read my thoughts in English. It feels cool and somehow gives deeper feeling to my heart. Remembering what I felt and what was going through that day so that I decided to get away from my stressful day by writing all I want to say here. It just feels nice.

The other reason is that, I've become a passive English learner since I became a student at the university. It's true that I got to face more books and notes in English, but I just read those materials and understand them in silence. I don't get the chance to practice my speaking skill. It's true that I watch lots of YouTube videos in English now because I need tutorials for my coding stuff and to get more insight about technology development and business and others to build the mature version of my thinking process. I watch more English videos compared to when I was a high-school student, when the only type of video I was learning English from is Korean Drama with English subtitles. 

I realize that my English skill is decreasing a lot. I need to think for about some seconds, or even going blank, to find the right word for the thing I want to deliver. So, yeah, I am thinking to write more posts in English start from today, just for the sake of practicing my English skill. I am sorry if you, my lovely readers, gotta feel uncomfortable with my choice. But I hope, you will understand my choice hehe. Cheers!

After becoming what so called a university student, I started to think a lot about my life. I know, it sounds like I am just saying nonsense. But, yeah, I think, there are so much diverse version of human being in this world. And sure, I am learning a lot from them to become a wiser version of myself.

1. People Encountered on Group Assignment

I am just reflecting about recent group assignment which required us to create a video as our final project. All of my group members are students who got to enter the university without test. We got selected by our high school report score. It's a pretty easy process because we didn't need to have any cramming days studying for the test to get into the university. I was expecting them to be active and creative while working on the project, since they must be top students at their high school. But, it turned out that I got upset and disappointed. 

Some of them didn't do the job assigned for each of the group member. They even rarely showed up on the group chatroom when I brought up the discussion about the assignment. When I got the moment to ask them about what you guys had done to our research as the topic of our video, they just smiled, laughed, and said some words to escape from the topic. He said that he had read the research done by one of my friend and I. But, he hadn't add anything yet. How can they still be able to show their face just fine and felt no guilty after all they had done, which is almost nothing? How can they ignore the messages on the group chats? I mean, don't they feel uneasy even just for a bit? 

Okay, I need to consider that, maybe, they had other activities that required their 100% focus there. Or maybe, they felt pressured and had no idea what to write to improve the research document that had been done. Okay, that's all okay. But, please, leave some statements or information for the group members that he had his own circumstances so that he could not contribute much for this project. By saying all in the beginning, the group members who had free time could backup their work so that the assignment could be submitted on time. So that any unexpected situation could be prevented. So that the other group members wouldn't feel sad and had negative thoughts about them. 

I just, can not yet understand people like that. I know, it's difficult to confess that we can not help our teammates. But please, I am not going to judge you like now if you explain your situation from the beginning. I appreciate people who says their difficulties more than remain in silence and cause a little mess to the other. I don't want to have negative thoughts on my friends. But, it's not easy since the situation created a bad effect that might be affecting our final score. Yeah, feeling upset is real.

2. I haven't studied yet. I haven't had my homework done.
3. Cheating on Exam

..to be continued since I am sleepy...

Oke, bagus sekali. Sudah 1 jam aku duduk di Ruang Diskusi Perpusatakaan FMIPA UGM dan tidak melakukan kegiatan apapun yang produktif. Hanya bergantian membuka Instagram, Slack, Line, Gmail. Scroll ga jelas. Padahal niatnya ke perpus mau produktif belajar baca materi ppt atau apapun itu karena bosan di lantai 5, tapi akhirnya kok sampe sekarang masih sama saja.

Jujur, sekarang aku lagi ngerasa kesel banget, dan sekujur tubuhku rasanya dipenuhi pengaruh negative thinking. Aku tahu sih kalo ini sebenernya ada hubungannya sama mendekati tamu bulanan. Tapi, bener deh. Rasanya kesel banget.

Jadi, kemarin, aku ngerjain tugas. Terus, aku bantuin temenku ngerjain. Tapi, dia kan memang sifatnya ga bakal menyerah kalau belum paham sama tugas yang dikerjain. Dia banyak nanya. Bagus banget itu, soalnya aku jadi ikutan belajar. Tapi yang bikin aku sebel adalah, dia jadi belajar hal-hal yang aku butuh waktu lama berpekan-pekan untuk memahami dalam waktu yang sangat singkat siang itu. Argghhh......Kenapaaaa? Aku sebel sama diriku sendiri yang sangat lemot dan mager dalam belajar memahami sesuatu :(

Terus juga, aku sebel sama temen yang dia tuh fokusnya ke aktivitas nonakademis. Sibuk, tapi dia tetep bisa manage well untuk mempelajari materi mana aja yang penting-penting dan berpotensi besar keluar di ujian. Maksudku, bagaimana bisa dia sesibuk itu tapi masih punya waktu untuk belajar secara tepat sasaran dan bikin nilai bagus :"

Aku, sampe kemarin masih punya tanggungan tugas yang lain. Jadinya, ga bisa mengerahkan 100% fokus dan tenagaku untuk ngurusin ujian doang. Sedih, pengen agak menyesal gitu kenapa mengiyakan mengambil yang lain. Tapi, aku juga merefleksikan kembali pilihanku dulu kenapa, alasan di balikny apa aja.

Wajar kalo temenku dapat nilai bagus di kuliah karena memang fokusnya dia kerahkan untuk itu. Kamu ga mikirin kuliah doang, ya akhirnya hasil nilai yang didapat ga outstanding. Wajar, karena kamu ga menaruh kuliah sebagai prioritas utama. Tapi, kamu berhasil mendapatkan hal lain, belajar hal lain, yang mana ga bisa kamu dapatkan sebagaimana kalo kamu cuma fokus kuliah doang. Walaupun, ya, sampai sekarang aku belum ada gambaran apakah yang aku lakukan saat ini akan berguna dan bermanfaat dan berkontribusi bagi amal dan masa depanku.

Mana yang kamu pilih? Kuliah secukupnya yang penting aman disambi menggapai hal lain atau mau santai fokus kuliah aja? Jujur sih, aku lebih condong pilih yang pertama karena aku akhir-akhir ini berubah menjadi orang yang ga bisa lagi kalo cuma fokus belajar. Butuh refreshing dan ketawa dan diskusi dan ketemu banyak orang baru biar dapat insight yang menambah pertimbangan matang dalam pengambilan kebijakan ke depan. Tapi, aku juga masih kebawa perasaan saat SMP yang nilaiku cukup aman dan hidupku santai dan bahagia nonton drama. Tapi apakah hidupmu di usia dewasa akan cukup aman dengan tetap me-maintain gaya hidup seperti saat SMP tersebut?

Ya, aku memilih untuk keluar dari zona nyaman sejak masuk kuliah, lebih nyata lagi kuambil langkah saat semester 2. Beraninnya ambil proyek nabrak uts dan sebagainya padahal kompetensi ga ada hanya mengandalkan youtube dan stackoverflow dan teman yang lebih pro demi mengikuti kata teh jasmine, "Kalo ada kesempatan, hajar!"

Tapi, perjalanan menjalani keluar dari zona nyaman itu sendiri tidak mudah. IPK ku belum pernah cum laude. Itu, cukup mengiris hati, sih. Karena IPK yang belum cum laude, tapi masih cukup sih untuk ambil matkul pilihan, bikin aku ragu buat ambil beasiswa. Padahal, bisa banget dan sah-sah aja daftar kan? Dengan mengikuti dan menjalani proses pendaftarannya saja kamu jadi belajar dan mkenjadi orang dengan pengalaman satu step lebih banyak dibanding yang lain. Tapi ya, gitu, itu kan idealnya. Ga mudah juga untuk menjalankan semuanya sesuai skenario ideal.

Dilema, galau ga jelas. Gara-gara realita dan harapan ideal memang belum mencapai keseimbangan. Semoga aku semangat dan kuat untuk menjalani semua pilihan yang awalnya kuanggap baik dan semoga hasil akhirnya juga baik. Dan semoga, negative thinking tidak lagi sering menghampiriku karena sungguh, dikunjungi olehnya membuat hari-hari memburuk dan tidak produktif.

Semangat!

Wanita itu fitrahnya di rumah.

Wanita itu fitrahnya di rumah.

Wanita itu fitrahnya di rumah.

Hmm, kalimat yang cukup mengundang kontroversi. Tiap kali membaca ataupun mendengar kalimat tersebut, ada bagian diri ini yang secara tidak sadar otomatis menyetujui. Akan tetapi akibat paparan keragaman bacaan, akhir-akhir ini mulai muncul ketidaksetujuan.

Terkait kalimat tersebut, sesungguhnya aku sudah mulai mempertimbangkannya dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan, setidaknya mulai di bangku SMA kelas X. Aku masih ingat, saat itu aku dan dua temanku pergi ke ruang BK untuk konsultasi hasil tes IQ dan kepribadian. Lebih spesifiknya berkonsultasi mengenai prospek kerja yang memungkinkan untuk kami ambil sesuai potensi dan bakat yang kami miliki.

Saat itu aku berkata pada Bu Milir, bahwa sesungguhnya cita-citaku saat itu adalah menjadi ahli tsunami. Hal ini erat kaitannya dengan 3 peristiwa bencana alam di Jogja yang cukup membekas di memoriku, yaitu gempa bumi 2006 dan 2 kali letusan Gunung Merapi. Sebenarnya ketiga peristiwa itu tidak ada kaitannya dengan tsunami, ya. Akan tetapi, di provinsi lain Indonesia, tak lama rentang waktunya, tsunami benar terjadi. 

Aku membaca di koran, terlebih lagi ibuku yang sangat menggebu tiap membahas  topik bencana seperti ini, mengatakan bahwa jumlah ahli bencana, salah satunya ahli tsunami, di Indonesia masih sedikit. Padahal, potensi terjadinya bencana di Indonesia sangat tinggi. Macam-macam jenis bencana sangat mungkin terjadi di Indonesia ini. Sangat berbeda jauh kondisinya dengan Jepang. Padahal, riset bencana yang baik sangat berguna untuk mempersiapkan berbagai upaya demi mencegah dampak bencana yang besar. Sumber daya yang berkualitas dan mencukupi tentunya diperlukan agar hal ini bisa terwujud.

Oh ya, sedikit selingan, sebelum ingin menjadi ahli tsunami, aku juga pernah bercita-cita menjadi ahli cuaca atau peneliti di BMKG. Ini terkait dengan kesenanganku saat mempelajari materi kebumian, khususnya tentang cuaca, saat SMP. Tapi, itu hanya cita-cita sesaat hehe

Kembali ke cita-citaku yang ingin menjadi ahli tsunami. Setelah menceritakan alasanku tersebut, aku juga mengatakan kebimbanganku terkait cita-cita tersebut. Aku menyampaikan kekhawatiranku, kalau tidak salah begini.

"Tapi, Bu, kalau saya jadi ahli tsunami, artinya kan saya harus sering riset ke lapangan. Sering melakukan perjalanan jauh untuk dapat sampel penelitian. Kalau sudah jadi istri, gimana ya, Bu? Kan kasihan anak-anak kalau harus ditinggal-tinggal,"

Rasanya ingin ketawa kalau ingat pergulatan emosi dan seberapa dinginnya tanganku saat mengungkapkan hal tersebut. Tapi bagaimana lagi, saat itu aku benar-benar berpikir berat kalau berpikir aku harus melepaskan anganku tersebut. Sayang, aku sudah lupa apa jawaban Bu Milir saat itu.

Nah, kok bisa sekarang aku melipir jauh ke Ilmu Komputer? Hmm, sebenarnya aku belum pasti juga alasan sebenarnya di balik keputusanku ini. Tapi, salah satu alasannya ya itu, aku mencari jurusan yang memungkinkanku untuk tetap berkarya meski dari rumah. Sungguh, sebenarnya aku ingin menjadi peneliti yang bekerja menghirup udara alam atau aktivis konservasi lingkungan. Akan tetapi, di satu sisi, aku juga meragukan kemampuan dan ketahanan tubuhku untuk menghadapi medan semacam itu.

Omong-omong soal kuliah di ilmu komputer, saat ini pun hatiku tengah dihuni kecamuk batin yang entah kepada siapa aku bisa berkonsultasi. Kuliah di ilmu komputer berarti punya teman laki-laki lebih banyak seangkatan. Meskipun nyatanya, sehari-hari kalo jeda kuliah dan makan dan nugas tetep bareng sama yang perempuan sih wkwk. Nah tapi, kalo lagi kegiatan organisasi, atau nge proyek, ketemu sama laki-laki tu ga terhindarkan. Sentuhan ga sengaja lah, disenggol lah, dan bagi yang bukan Islam, sukanya kalo mau panggil aku tapi aku posisinya membelakangi bakal pegang bahuku pake jari telunjuk. Mau marah, ya gimana. Mau kasih tahu, "jangan sentuh aku!" kok kesannya lebay banget. Padahal kalo diajak salaman aku tu dah nolak dengan halus lho, kok ya mereka belum peka :"

Dan kalo misal ada tugas, aku yang memang lambat dalam belajar dan memahami sesuatu, pasti butuh di-carry. Kalo  minta dibantuin temen yang perempuan terus-terusan, rasanya ga enak aja gitu. Jadi kan sesekali aku nanya ke yang laki-laki. Tapi, chat kalo ga kirim sticker atau emoticon tu sekarang rasanya terlalu kaku. Tapi kalo ngirim, bisa jadi menimbulkan persepsi yang tidak seharusnya. Gimana ya, ada pertentangan batin tapi masih aja dilakuin. Dasar alfa...

Nah, semakin ke sini, aku semakin ngerasa ngejaga hati dari perasaan suka ke lawan jenis tu harus semakin sering dilakukan. Gimana ya, kadang tu pengen aja gitu punya temen yang bisa diajak bercanda hal-hal ga penting, walaupun harusnya hidup di dunia tu ga boleh buang-buang waktu kebanyakan buat hal ga berguna. Harus bikin rem yang kuat!

Barusan aku nonton video hijabalila, latanya solusi buat dua orang yang tengah jatuh cinta tu ya cuma menikah.

Mendengar kalimat tersebut, sesungguhnya aku terkejut dan muncul ketidaksetujuan, karena belum ngedengerin penjelasan selanjutnya wkwk. Jadi gini, yang ada di pikiranku, kalo orang yang belum ngerti, dan lagi di puncak nya suka sama orang, kalo langsung gas nikah gara-gara baca kalimat itu gimana?

Gini lho, suka sama orang tu kan rata-rata berawal dari kekaguman terus lama-lama nafsu doang terus menganggap bahwa, fix lah ini emang cinta yang selama ini kucari. Bagaimana cara mengendalikan perasaan tersebut? Pacaran kan ga boleh. Masa ya langsung nikah? Padahal, kalo ketemu orang yang lebih baik, remaja dan orang yang baru aja dewasa kan, bakal perlahan lebih suka sama yang baru.

Kalo dah terlanjur nikah tanpa pertimbangan yang matang, dan malah di tengah merasa ga nyaman dengan pernikahannya gimana? Hanya karena pengambilan keputusan yang terlalu terburu-buru. Jangan sampe suka ke orang tu semata karena hal atributif kayak cinta monyet. Nikah tu kamu bakalan sama orang itu sampe mati, bangun lihat dia, makan lihat dia, tidur sama dia, belajar sama dia.

Iya, emang, nikah itu harusnya demi memperbaiki kualitas agama biar jadi lebih baik, bukan untuk memenuhi hawa nafsu semata. Inget, nikah tu ga cuma perkara menyatukan kamu dan dia, tapi juga 2 keluarga besar. Jangan main-main lah. Segalanya harus dipersiapkan dengan baik.

Berdasarkan pengalamanku, halu ke orang yang disuka itu muncul ketika aku gabut dan kurang sibuk dan kurang pikiran dan kurang kerjaan. Kalo aku sibuk, sampe kerjaan kebawa mau tidur dan mimpi, ga bakalan terlalu sering halu, walau bagaimanapun ada aja kadang-kadang pikiran itu berkelebat. Jadi, daripada nikah terburu padahal ilmu belum siap, kenapa engga berusaha mengembangkan diri dengan hal positif, meluaskan pandangan dan pengetahuan, biar bisa jadi ibu yang berkualitas? Sibukin dirimu, carilah komunitas yang bisa bikin kamu produktif positif. Tingkatkan dan miliki skill biar kamu tuh dicari orang jadinya bakal selalu ada kerjaan yang dipikirin. Lagian kalo ketemu banyak orang dengan pandangan hidup yang beragam, kita bisa jadi manusia yang lebih bijaksana kan?

Balik lagi ke fitrah perempuan tu di rumah. Yang sedang aku pikirin, semua orang berharap bisa menjalani kehidupan rumah tangga yang normal. Bisa hidup berdampingan dengan pasangan hingga hari tua. Tapi, sebagai perempuan, kan kita juga perlu skill untuk menghadapi segala kemungkinan yang mungkin terjadi, kata seseorang. Ya tapi, aku juga mikir gini, kalo kamu taat sama Allah, perempuan harusnya di rumah aja, rezeki tu bakal tetep ada aja dateng ke kita gimana pun caranya. Jangan anggap mengikuti akal manusia, gimana kalau kita perempuan di rumah aja ga bisa kerja ngapa ngapain, kalau kondisi keuangan rumah butuh kita juga kerja trus gimana? Rezeki tuh pasti bakal diatur ke kita, tapi juga perlu diiringi usaha. Nah, aku bingung deh di sini.

Kalo aku pribadi, peganganku sekarang, selama aku masih bebas belum terikat, dan masih diberi kesempatan buat kuliah dan ketemu orang, aku bakal manfaatin untuk meluaskan pandangan dan nambah ilmu di sana sini biar bijaksana. Soalnya, di masa depan anak kita bakal menghadapi zaman yang tantangannya jauh lebih besar daripada zaman kita waktu kecil kan? Kita ga bisa pasang fixed mindset buat mendidik anak. Kalo dah nikah, aku pengen bener-bener fokus menunaikan peranku sebagai istri, ibu, dan tentunya daiyah. Kalo masih sempat, pengen ngoding juga hehe

Ya tapi, menjaga prinsip di tengah pergaulan yang rata-rata belum sevisi dengan kita emang susah. Pengen cari temen-temen yang sholihah, tapi takut ikut keluarga muslim gara-gara takut terbawa arus paham yang ga bener, yang terlalu fanatik, tapi kalo diajak diskusi menolak. Bilangnya, sebagai muslim, kita tu ya harus bisa nerima aja dulu, soalnya otak kita belum sampe aja. Semua yang dibilang Al-Quran tu bener walaupun keliatannya ga masuk akal. Otak manusia tuh terbatas. Suatu saat pasti terbukti kebenarannya.

Iyaa, aku ngerti. Cumaa, kalo mau ngasih pemahaman agama ke orang yang belum Islam, kalo disuruh nerima begitu aja tapi  kita ga bisa kasih alasan rasional di baliknya, ya gimana ya. Butuh dijelasin kaan. Pengen gitu punya temen yang bisa aku tanyain masalah-masalah agama yang kadang mengganjal.

Hmm...hidupku...
Bismillah
Semangat semua! Semangat alfa!

"Ga kerasa ya, tetangga belakang rumah udah mau kkn aja," kata ibu

"Lah, Alfa juga tahu-tahu udah semester tiga," kata bapak

"Wah, aku habis lulus mau ngapain, ya?"

"Cariin suami aja tu, Pak, hahaha," ibu tuh lho ckckck

*menggelengkan kepala enggan dan menolak dengan melambaikan tangan*

"Ya udah, kalau gitu lanjut sekolah lagi," kata ibu

"Yang dipikirin itu iman amalnya, dulu. Sekolah tu belum tentu iya selesai atau engga. Kalo yang dipentingin iman amal, ga bakal ada rasa khawatir itu," bapak nasihatin

"Hehe, iya Pak, iya. Tapi ya jangan gitu, doakan selesai to, Pak,"

Kembali lagi diingatkan, bahwa mengharap dunia dan pengakuan manusia itu tidak akan ada habisnya. Ingat, Fa, iman amal mu dah sampe mana progressnya? Ga malu? Apa amalan terbaik yang mau kamu paparkan ke Allah? So sad :(

Kemarin pagi, aku lagi-lagi berbicara dengan nada tinggi ke eyang. Waktu itu rumah lagi sepi. Adek-adek sama bapak belom bangun, ibu lagi keluar belanja, aku... mainan laptop baca materi kelas online. Ga ada yang sedang dalam posisi siap buat diajak ngobrol sama eyang.

Rumah yang sepi selalu bikin eyang resah. Cara eyang untuk menunjukkan keresahannya itu macam-macam, kebanyakan dengan mengeluarkan kerewelannya yang sejujurnya bikin telinga panas. Entah dengan mengulang-ulang pertanyaan "ibumu masak apa", "ibumu ke mana", "adekmu sekolah po?". Atau dengan tiba-tiba menghilang untuk suatu jarak waktu, berbelanja ke warung sayuran dan kebutuhan dapur yang sebenarnya masih banyak stok nya di rumah. Atau dengan tiba-tiba ke rumah teman beliau tapi ga pamit sampe bikin heboh warga satu RT. Atau dengan menceritakan ulang kisah masa mudanya bertemu eyang kakung sampe akhirnya menikah dan beli rumah.

Waktu kondisi mata eyang masih baik, rumah yang sepi ga terlalu jadi masalah. Eyang bakal nonton TV, acara favoritnya tu Editorial Media Indonesia, sambil minum kopi susu nescafe pake cracker atau roti tawar panggang berlapis mentega. Kalo udah selesai nonton, ke ruang tamu baca koran, dari awal sampe habis. Habis itu, masak di dapur, dengan sikap menguasai sampe bikin ibu kesal gara-gara merasa usahanya buat memasak kurang dihargai wkwk

Tapi semenjak kesehatan mata beliau turun drastis, hingga penggunaan kacamata tidak bisa menolong lagi, eyang jadi mudah resah. Sejak mata jadi blur, eyang jadi ga bisa baca koran lagi. Nonton TV juga blur, jadinya kalau nonton TV suaranya harus keras banget biar ngerti apa yang lagi diomongin sama gambar blur di depannya. Kalo masak, nyari alat-alat dan bahan masak sudah susah karena ga jelas. Dan yang lebih bahaya, kalau kurang hati-hati, nanti pisau bisa melukai tangan saat memotong-motong.

Kadang kalau masakan ibu ga ada yang cocok, eyang bakal menyelinap masak bakmi godhog sendiri. Waktu masih sehat, bakmi godhog eyang itu enak banget. Rasanya tertinggal lama di mulut saking enaknya. Tapi karena sekarang sudah menurun penglihatannya, rasanya jadi aneh. Bawang bombay nya gosong dan membuat rasa pahit di kuah bakmi nya. Pengen komplain tapi kasihan, nanti hati eyang terluka.

Yang paling sedih itu, kalo eyang mau baca Al-Qur'an. Meskipun ada Al-Qur'an raksasa khusus lansia di rumah, masih saja tetap blur buat eyang. Waktu tadarus ramadhan kemarin, eyang semangat banget buat dateng. Awal-awal eyang bisa ngikuti baca, kukira penglihatan eyang sedang baik. Tapi semakin jauh ke belakang, eyang sudah tidak lagi ikut melafalkan ayat-ayat Al-Qur'an. Aku pun menyimpulkan bahwa sebelumnya eyang ikut melafalkan karena memang hafal, bukan karena membaca. Aku, adek, dan ibu bergantian menunjukkan baris yang sedang dibaca kepada eyang. Biar setidaknya eyang masih tetap menyimak dan bersemangat.

Karena kurangnya kegiatan yang bisa dilakukan di rumah, eyang jadi sering ngajakin ngobrol cucu nya, lebih agresif daripada waktu masih sehat. Jujur, sebel banget rasanya tiap kali lagi nugas atau chat sama temen, tahu-tahu eyang dateng ke kamar, ngajakin ngobrol kisah masa mudanya dengan sangat antusias dan lamaa sekali. Pengen cari celah buat melarikan diri tu, antara merasa berdosa tapi ya gimana. Kalau aku cuma diem aja, nggak kasih tanggepan semacam "hmm", "yaa",  "oh gitu to", eyang juga bakal marah dengan bilang, "kowe ki ngrungokke po ora e?"

Tapi kata dokter, mata eyang emang dah ga bisa diobati karena faktor yg bikin rusak tu penyakit diabetesnya. Aku juga kurang paham. Selain mata, hampir satu tahun yang lalu tangan eyang sering ketarik ke atas otomatis tanpa sadar. Kadang juga pipi atau kulit wajahnya ikut ketarik. Eyang jadi harus bolak balik ke dokter saraf.  Beberapa kali juga masuk rumah sakit. Mendengar kata dokter saraf eyang sempat berkali-kali menanyakan apakah eyang gila, padahal kan enggak. Gara-gara mindset orang jogja kalo gila tu berhubungan dengan sarap. Ckckck

Tiap kali merasa sebal, atau mengeluarkan ucapan bernada tinggi, aku tahu kalau aku sudah menambah catatan dosa yang akan mengantarkanku ke neraka. Tapi ya gimana. Susah buat mengendalikan diri untuk selalu tersenyum, melayani, dan ikut have fun sama eyang. Apalagi kalo pas lagi sibuk tugas event dll. 

Kalo sambat ke Bapak, pasti dinasihati gini,

"Itulah kenapa pahala merawat orang tua itu besar, karena emang sulit. Jangan dipikir gampang. Wong Allah tu ngasih balasan gedhe ya karena kesabaran dan usaha yang dibutuhkan juga besar."

"Pandanglah eyang, rawatlah eyang, seperti kamu memandang anak kecil yang lucu. Jangan sekali-kali memandang eyang sebagai orang tua rewel yang menyebalkan. Kalo anak kecil salah atau ngomong terus meskipun yang ga penting, pasti kamu seneng kan lihatnya. Gitu juga dong ke eyang."

Yah, emang semakin tua sepertinya perilaku manusia itu kembali seperti anak-anak. Yang bikin sulit itu, kalo eyang bandel dan keras kepala, kita ga bisa marah-marah kayak kalo ke anak-anak gara-gara ada rasa hormat dan memikirkan bahwa tidak seharusnya kita begitu ke orang yang sudah berumur. Kalaupun dikasih tahu baik-baik, pikirannya pasti tetap kekeuh dengan yang sudah ada di mindset nya. Keinginan masih banyak, tapi kekuatan sudah menurun drastis.

Nah, balik lagi ke cerita kemarin pagi. Tanteku bakal pulang haji dua hari lagi. Eyang tuh ribut terus, mau masak apa buat tante. Mau nyuguh apa buat tamu Tante kalo ada yang dateng ke rumah. Masak di rumah atau di rumah sana. Pokoknya eyang tu tipikal ibu-ibu yang pokoknya kudu masak sendiri, nyuguh sing apik, di meja harus ada makanan.

Aku kan lagi fokus baca ya, jadinya sebel gitu disela. Terus aku jawab dengan nada mengeluh yang bisa dikategorikan bernada tinggi,

"Masaknya tu di rumah sana, yang, ga disini"

"lah, nanti kalo kuah soto dibawa pakai mobil, pasti bakal koyak. Masak di sini saja"

"tapi ibu bilang masaknya disana. Biar bisa pakai kayu bakar"

"kan di sini juga bisa pakai kayu bakar, pakai arang"

"aaaaahhh,"

Lalu ibu datang, dan aku sambat, terus dijawab,

"masak soto nya memang di sini kok, ga di sana,"

Lah, aku sama adek kaget, soalnya tadi malem dah telpon tante katanya mau masak 1.5 kg daging buat masak soto di sana. Kok jadinya masak di sini. Gimana sih?

Jadi merasa bersalah sama eyang deh. Dah marah-marah, eh ternyata salah

Setelah ribut masalah soto, eyang ribut kepalanya gatal-gatal. Eyang ngakunya barusan keramas. Aku diminta mencarikan suri, buat sisiran. Terus aku diminta ngeliat apakah ada kutu rambut yang jatuh setelah disisir. Aku kan sebel ya. Mana mungkin eyang punya kutu rambut. Orang serumah ga ada yang punya kutu rambut.

Terus aku akhirnya pura-pura ngeliatin, mendekat, terus langsung bilang, "Ga ada kok,"

Terus, eyang aku suruh keramas aja deh.

Dan, yang bikin aku sedih, gara-gara setengah hari aku jahat ke eyang, malah malemnya eyang tu tidur terus kayak lemas banget badannya. Dan sebelumnya sempet ketarik lagi tangannya. Dibangunin, badannya digoyang-goyang, dipanggil panggil namanya, diem aja. Udah dicek gulanya, normal, ga nge drop ga terlalu tinggi. Eyang kenapa :"

Kata ibu, mungkin gara-gara dua pekan ini eyang ga minum obat. Obat eyang habis, ibu belum beli, dan selama dua pekan ini eyang sehat-sehat tanpa obat. Jadi ibu pikir eyang mungkin udah sehat normal ga perlu obat lagi.

Untung sekitar jam sembilan malam, eyang mau bangun, minum susu makan pisang. Dah semangat lagi nanyain tante pulang haji kapan jemputnya. Alhamdulillah

Eyaaang, gimana yaang. Eyang rewel susah, diem aja juga susah. Jangan keras kepala dong yang. Semoga Eyang tetep bisa nabung amalan sebanyak-banyaknya, tetep sering cerita. Semangat eyang! Sehat-sehat selalu~ sayang eyaang ❤

Ceritanya lagi capek terus istirahat sambil scroll galeri. Wah, nemu ada foto dokumentasi pas praktikum kimia! Mapel yang mau gimana gimana aku belajar, tetep susah ngebayangin aslinya jalannya tu gimana wkwk. Aku tu susah memahami sesuatu kalo belom paham aslinya cara kerjanya gimana, cara dapetnya gimana. Pun kalau sudah mentok, biasanya kalau sekadar buat ngerjain soal masih bisa. Tapi begitu beberapa saat ga dipakai, ilmu mengerjakan soalnya menguap begitu saja. Dah lupa, karena nggak megang konsep wkwk

Kedua pesan tersebut disampaikan oleh Kak Elang Pujangga pada Last Gathering BAT 2019. Seperti biasa, berkumpul dan berbagi cerita dengan teman-teman BAT selalu menumbuhkan asa, menyadarkan betapa beruntungnya kita yang telah dianugerahi segala yang kita punya sampai detik ini oleh Allah.

Sebelum menjadi pengajar, pada 2018 aku menjadi pelajar program Bimbingan Antar Teman ini. Pertama kali aku memperoleh info BAT yaitu pada kelas XI di timeline Line. Saat itu aku sedih karena tidak bisa mendaftar, sebab program tersebut hanya diperuntukkan bagi kelas XII. Tapi sejak itu aku bertekad untuk bisa lolos BAT saat duduk di kelas XII.

Aku tidak pernah ikut les pelajaran sekolah sejak SD. Les yang pernah aku ikuti yaitu les bahasa Inggris. Sebenarnya ikut les bahasa Inggris ini juga karena ibuku mengkhawatirkan kebobrokan kemampuan bahasa Inggrisku saat SMP. Padahal saat itu, SMP-ku berstatus RSBI. Buku teks bahasa Inggris, ppt bahasa Inggris, tugas bahasa Inggris, ujian pun bahasa Inggris. Kemampuan berbahasa Inggris pun menjadi sangat penting saat itu. Jadi ya, mau tidak mau, kalau mau survive ya kudu berusaha belajar bahasa Inggris.

Begitu pun saat kelas XII. Aku tidak berani minta ke orang tua untuk ikut les mengingat betapa besarnya biaya yang perlu dikeluarkan teman-temanku untuk ikut les di luar. Aku berusaha belajar sendiri. Tetapi, kuakui rasanya sangat berat dan minder dengan kemampuan sendiri ketika teman-teman yang lain sudah lebih advance skill mengerjakan soalnya karena les. 

Bulan September, aku memutuskan untuk berlangganan Zenius selama satu tahun, karena aku memang mulai meragukan kemampuanku sendiri. Apalagi, sejak kelas X aku tidak pernah beli buku teks, kecuali satu kali beli buku teks biologi saat kelas XI karena disuruh Bu Guru. Itu aja beli yang versi murah. Kalo ga ada Zenius, aku mau ngulang materi dari mana? Catatan kan ga selamanya lengkap :") Ada kalanya aku tertidur dan ngelamun di kelas. Akhir semester 1 aku juga beli buku latihan soal 1700 semua mapel dengan uang ibu karena merasa butuh latihan, walau akhirnya ga habis dikerjakan juga.

Nah, begitu ikut BAT di semester 2, aku jadi lumayan percaya diri dengan diriku sendiri. Belajar bersama dengan teman-teman dari SMA lain, bertemu dengan pengajar-pengajar yang dulunya ikut OSN, dan di kuliah melanjutkan ON-MIPA, memantik semangatku. Terutama Mas Bagus pengajar Fisika, kisahnya diterima di UGM sangat menginspirasi. Terlebih lagi caranya mengajar sangat enak dan membuatku semacam mak cleng jadi paham konsep fisika. Yang alhamdulillah bisa bikin UN Fisikaku dapet 70 hehe. Padahal sebelumnya aku kopong banget. Aku juga ketemu mbak Sari dari Kimia UGM, yang jauh-jauh ke Jogja dari Sulawesi, dan masih tetap berprestasi di ON-MIPA, dan masih saling sapa kalau ketemu di MIPA sampai sekarang. Nasihat Mbak Sari yang masih kuingat sampai sekarang yaitu,

"Mbak itu dipeseni Bapak, baca Al-Fatihah 40 kali. Mbak aja yang waktu itu belajar buat seleksi ON-MIPA seadanya bisa lolos. Apalagi kalian yang udah mempersiapkan dari jauh-jauh hari untuk SBMPTN. Mbak yakin pasti bisa!"

Sejak bergabung di komunitas ini, aku bertemu dengan orang-orang yang memiliki mimpi dan visi besar. Banyak dari mereka yang mengatakan, bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Prinsip kebermanfaatan itu perlu ditanamkan dalam diri setiap mahasiswa agar tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi juga ikut menggerakkan masyarakat agar lebih maju.

Aku yang selama ini hanya kuliah berangkat pulang, jadi merasa kurang memikirkan tanggung jawab sosial yang diemban mahasiswa. Bagaimanapun, ada uang rakyat yang turut meringankan biaya kuliah kita. Sebagai mahasiswa, kita perlu memberikan sumbangsih balik atas apa yang telah direlakan masyarakat bagi kita.

Pada BAT 2019 ini, aku menjadi pengajar bahasa Inggris. Awalnya, saat open recruitment resmi, aku tidak mendaftar karena kukira tidak dibuka untuk mengajar mapel bahasa dan TPA. Kalau diminta mengajar materi saintek, aku takut malah menyesatkan, sebab aku cuma belajar apa pas kelas XII. Latihan drill soal SBMPTN aja cuma sekali - dua kali. Akan tetapi, suatu hari, aku dichat Vanda, ditawari untuk menjadi pengajar bahasa Inggris. Awalnya, seperti biasa, aku ragu tapi mau. Akhirnya, dengan berpikir, yowis jalani wae, aku terima.

Sedihnya, aku hanya berkesempatan mengajar 2 kali. Yang benar-benar mengajar pun hanya 1 kali, waktu itu yang hadir sekitar 10 orang dari dua kelas SOSHUM. Sesi mengajar kedua yang hadir hanya 1 anak. Untung waktu itu kita janjian di MIPA, masih banyak orang. Waktu itu juga habis pas banget selesai event OLC sore sore. Kalo engga, waduh wkwk. Setelah itu, ada yang ngechat untuk janjian kelas, tapi ganti hari. Eh, nggak ada kelanjutan. Antara senang atau cukup sedih sih sebenarnya. Karena aku kan jadi tidak memenuhi tanggung jawabku yang seharusnya mengajar 5 kali. Tapi semoga setidaknya soal dan pembahasan yang tim skolastik buat bisa tersebar dan buat belajar. Sebenarnya aku juga salah sih, karena kurang nggetih dan ngoyo untuk ngechat ketua kelasnya demi terselenggaranya kelas. Tapi gimana lagi, waktu itu pas bareng sama sibuk-sibuknya OLC. Maafkan :" aku masih payah manajemen waktu dan prioritasnya

Nah, sebenarnya, aku sendiri malah yang merasakan lebih banyak manfaat dengan ikut mengajar di BAT tahun ini. Sebab, aku bisa melihat wajah-wajah berbinar penuh asa adek-adek yang memotivasiku untuk bersyukur dan berusaha di perkuliahan yang berat ini wkwk.

Aku jadi bisa ketemu orang keren, yang pasti sulit untuk bisa kutembus jika aku tetep menjadi siswa biasa aja yang nggak ikut BAT. Aku masih terpana dengan jalan yang terbuka untukku sejak ikut BAT. Semoga semangat yang mereka bagi dan tebarkan kepadaku bisa bertahan lama, dan mungkin selamanya.

Okay, I need to finish writing this post at 5 PM no matter what. Fighting!

***

Last Friday, July 19 2019, was an unbelievable day. I still can't believe that I could handle myself to go through that day successfully. It's all started when I saw some posters posted on Twitter that Asean Schools Games would be conducted in Semarang. I always feel excited to watch sport games. I don't know, it feels like, everytime I see people put a lot of efforts and dedication on sports, I can absorb their excitement to continue living in this tough world, haha. So, I told my sister about that event and she told me that she would like to watch the games. We agreed to go to Semarang by bus, just the two of us. But of course, my dad would be waiting for us at the bus stop.

At first, I was really excited. But, on the D-Day, I felt quite tired since I just arrived from Semarang the day before. But, seeing how excited my sister was to watch the games, and thinking that this might be one of her last chances to have some fun because she is already in the third grade of senior high school, which means that she has to spend most of her time studying a lot , I told myself to accompany her.

It was a quite peaceful trip, except that we almost got off on the wrong bus stop. We should be stopping at Sukun, but when the bus approaching Banyumanik, my sister told me that Banyumanik is just the same bus stop as Sukun, it's just the name that is different. I believe her at first because she had ever taken this bus to participate in the president election last April with my mom. But, when I just about to got off, I hesitated a little bit. So, I asked the staff and he said that we still needed to pass one stop. Oh, it's a relief that I asked.

When we got off, I saw my dad waiting for us. Then, my dad drove us to our house and then we got prepared for the next day.

***

We planned to watch swimming competition first. We were so excited. But, we needed to go to my dad's office first because he had to do something. Unfortunately, he forgot the password of the office's computer so we needed to spent about half an hour there. And because of that, when we reached the swimming venue, the competition had ended. We felt a bit upset. But, there were still some matches that can be watched. So, we went to the tennis venue.

When we arrived there, I was so excited. The venue was really amazing. I really love the color of the tennis court. The light blue and red-brown combination were really delightful to be seen.

My favorite part in this venue is that, I heard one of the athletes from Singapore, she was a girl, kept walking from east to west and back, cheering for her team mates by saying these words,

When I heard her words, I kind of got injected by her positivity. I felt like a useless human in this world these days. But hearing her words, I felt like, I still have some hope!

umm, okay, it's already 4:57 PM now. So I will just post some photos of other venues and continue later hehe

Today, I met someone who can totally heal my heart and my mind after suffering from mental diseases for about 2 years. How can that be? Hehe, just keep reading ya! (Oh wait, can my problem be categorized as a mental disease? I don't know haha)

.
.

.

Yeah, for this last 2 years I really dislike my grandma. I actually don't hate everything about her. I just hate the way she talks. I always feel her arrogance, due to her wealthy life when she was young, everytime she opens her mouth. I just hate it when she talks, 

"I can't adjust my topics of conversation with our neighbors. I love to talk about arts and paintings, basically everything related to your grandpa's job. But here, no one can connects with what I love to talk about. The sad thing is that my friends, which are the wife of your grandpa's friends, mostly have left this world. What can I do?"

If I hear that, actually I feel sad imagining how she needs to continue her life while having no good friends anymore to talk to. With her age right now, about 77 if I don't get it wrong, she can't go travel somewhere more than the radius of 5 km alone. She starts to easily forget things, about what she has just done, what she has just eaten, where she has just gone. 

But, I also hate the fact that she underrated our neighbors. In my opinion, arts and paintings are topics that usually can be understood only by the upper class, or the artists themselves. If my grandma wants to keep chatting and have fun with someone, which is our neighbors, then she has to be the one who adjust the topic of conversation. She can not force our neighbor to reach the level of conversation she love to talk about, like when she was still with her friends.

Yeah, actually that's the only thing I don't like about my grandma. And since I hate my grandma, I can not talk more than 1 minute with her. I can not hold myself not to talk in high intonation and harsh words more than 1 minute. Because I always feel angry everytime I remember how bad she treats other people which she considers not in the same level as her.

But today, I saw how friendly and patient my friend was when he treated an elder man. He talked in a very nice way that made that man loves to talk to him. He looked like a good boy there. 

I suddenly felt the whole sin I've made to my grandma during these 2 years. I don't even remember when was exactly my last time when I sat and had some light talks with her without setting any fake face and smile. 

He reminded me, that we only need to spare some time for the elders, leave behind our works for a while, to grow happiness inside their heart. Just forget everything that gives you burden, no matter how far you hate that elder. Just take it easy and simple. And after a while, he/she will just stop talking and sleep in peace because he/she feels tired.

And today, because I tried to put aside my hate feeling on my grandma, I could successfully bring her back to our home after she attempted to escape. Yeah, my grandma likes to go outside the house and asking random people on the street to catch her a taxi or becak and go to her old house. 

So this afternoon, my neighbor called me and gave the location where my grandma was waiting for a becak or taxi. When I got there, she said that she suggested my grandma to have a prayer first before going. Hoping that she would eventually forget and just sleep at the mosque and then go home. Fortunately, she obeyed my neighbor's suggestion.

She usually don't want to hear my words because I talked to her in high intonation. But today, after doing Asar prayer at mosque, she forgot the fact that she initially wanted to go to her old house. I just asked nicely to walk her home. And she say, 

"Sure, let's go. My feet are so heavy that I can't walk fast." 

It's like a magic! I'm so happy :)

Yeah, starting from today, I will try to erase my hate feeling toward my grandma step by step. Thanks to Allah and my friend, I can finally find my peace again!

Ini ceritanya ngelanjutin draft ide tulisan pas SMA ya... Hehe

Just right after you get your first score on daily exam, kalo kamu dapet nilai bagus dikit di atas rata-rata temen sekelas yang lain, udah deh, kamu bakalan dicap bureng. Baru beberapa menit, temen yang lain nanya, "Entuk biji piro kowe?", statusmu naik jadi bucik :))

Tahu ga sih, dicap bureng sama bucik itu sangat membebani hidupku :""

Oya, btw bagi yang belum tahu, (kalo ga salah ya) bureng tuh singkatan dari buru ranking. Sedangkan bucik itu singkatan dari bureng licik.

Kedua istilah itu pertama kali aku dengar saat sekolah di bangku SMA. Dan sedihnya, kedua istilah dan pemberian predikat tersebut kepada orang-orang yang bahkan hanya terkadang dapat nilai bagus dikit, seperti aku huhu yang sebenernya jarang banget dapet nilai bagus di mapel saintek, memadamkan jiwa ambis yang berkobar.

Ya, soalnya aku tu paling ga tahan kalo harus menjadi minoritas yang disindir-sindir, meski frekuensinya cuma sedikit. Alhasil, aku pun sejak kelas X mulai mengendorkan semangat dan keniatan belajarku agar ga terlalu terlihat bureng dan pada akhirnya kemungkinan dicap bucik huh

Dan kondisi ini, parah sih

Kenapa? Soalnya biasanya yang ngata-ngatain bureng dan bucik tu yang punya kegiatan non-akademis banyak tapi juga dalam lubuk hatinya, sepertinya, menurutku, juga kepengin belajar biar pinter dan bisa dapet nilai bagus tapi di sisi yang lain punya amanah di berbagai kegiatan jadi ga bisa full fokus belajar. Aku kadang sebel kalo liat orang yang ngata-ngatain bucik tapi habis itu, nilai dia meroket. Huh. Jadi nyesel kenapa aku ga meneguhkan hati untuk belajar niat yang katanya adalah sifat seorang bureng.

Padahal, bureng kan ga sama dengan bucik. Bureng mah sah-sah aja buat semua siswa. Siapa sih siswa yang nggak pengen pinter, dapat menyerap ilmu sebanyak-banyaknya, meskipun awalnya hanya orientasi nilai yang diharapkan? Yang nggak boleh itu kalo bucik. Bucik kan dia cuma menyimpan keahlian dan pengetahuannya untuk dirinya seorang dan ga mau untuk bagi-bagi ilmu 

Sikap mengendorkan semangat belajar biar ga dikatain bureng dan bucik, atau kalo kuliah sekarang dikatain ambis, sedihnya terbawa sampe aku kuliah sekarang

Perasaan ga enakku dan perasaan takut bakal dicap predikat itu karena karena terlalu pintar dan rajin masih menghantuiku sampai sekarang, yang bikin aku jadi males-malesan belajar matkul wajib. Yaa meskipun kadarnya sudah menurun banget sih daripada pas SMA

Ya intinya, aku masih bingung sih, gimana caranya untuk mengembalikan semangat belajarku yang berkobar kayak pas SMP ._.

...padahal keknya aku smp niat belajar gara-gara mau ngumpulin poin di geschool atau menangin game biar dapet pulsa gratis wkwk...

Yuhuuu. I'm finally back! Setelah sekian lama, aku kangen sama kegiatan ngeblog.

Entah kenapa, otakku males banget buat diajak mikir akhir-akhir ini. Tapi, aku pengin banget ngisi blogku. Aku pengin menyimpan memori indahku di kelas xi.

Formasi kelasku di kelas xi berbeda dengan formasi kelas x dulu. Diacak lagi. Kalau dulu aku di kelas x mia 5, sekarang aku duduk di kelas xi mia 4. Dulu, rumornya kelasku, x mia 5, bakal barengan terus sampe akhir, sampe lulus kelas xii. Kita sekelas udah gantian terus itu tuh, menjelang rapotan, nanyain kepastian diacak enggaknya kelas kita. Tapi jawaban dari guru selalu, 

"Ya kita liat aja ya, besok. Masih dalam diskusi. Tapi rencananya sih, kelas kalian nggak diacak," 

Tapi eh, tahu-tahu masuk tahun ajaran baru di papan pengumuman dah ditempel-tempel tuh, daftar susunan kelas baru. Dan orang-orang kelas x mia 5 dah diacak ke beberapa kelas, ga barengan lagi. Ya, sebenernya kalo aku pribadi ya gapapa sih. Aku juga sudah mempersiapkan diri untuk diacak. Soalnya juga, dari jaman kakak kelas kan, emang tiap naik kelas selalu diacak formasinya. Menurutku, sistem itu bagus juga karena dengan begitu, kita bisa kenalan sama anak-anak pendiem yang jarang keluar kelas. Jadi lebih mengenal angkatan, kan? Tapi ya, tetep ada rasa agak sedih gitu. Soalnya, gimana nggak sedih, sih, harus pisah sama kelas yang sesolid itu, yang seceria itu, yang selalu rame, yang isinya anak-anak dengan bermacam sifat dan perilaku tapi tetep nyambung satu sama lain, yang bikin aku ga cuma fokus belajar terus. (iih, jadi kangen lagi, kan) karena masih belum bisa move on itulah, awal-awal masuk ajaran baru aku masih sesekali nyamperin kelas temen-temen primitive dulu (tapi ya, nggak sesering temen-temen primitive lain yang sering saling mengunjungi juga wkwk). Alhamdulillah, aku sudah bisa move on wkwk. Yeay!

Nah, sebenernya, kesanku waktu awal-awal masuk kelas xi mia 4 tidak terlalu terekam dengan baik di otakku. Hih, aku jadi sebel sendiri. (terus aku mau nulis apa? 😅) Mungkin gara-gara waktu itu aku sibuk ya, ngurusin kedatangan adek-adek baru kelas x di ekskulku yang tercinta hwehe. Jadi fokus ngurusin segala keribetannya, yang butuh rapat berkali-kali.

Kelas xi mia 4 secara garis besar terdiri atas siswa eks kelas x mia 4 dan x mia 5. Jadi, isinya adalah mantan siswa x mia 4 mulai abjad G sampai Y dan mantan siswa kelas x mia 5 abjad A sampai F. Aku masuk kategori abjad A sampai F, akhirnya ikutan masuk xi mia 4.

Kenapa bisa begitu? Karena kelas x mia 4 dan x mia 5 rata-rata memilih lintas minat bahasa inggris sehingga ngacaknya ya, cuma bisa dibalik (ini cuma teoriku lho ya, jangan diambil serius, hehe). Karena kelas lain ada yang ambil lintas minatnya ekonomi, bahasa jepang, bahasa arab, kan susah gurunya kalau harus ngajar di kelas yang isinya lintas minatnya beda-beda semua.

Aku pribadi, termasuk cepet banget bisa beradaptasi di kelas ini. Mengapa? Karena dulu waktu kelas x aku ambil pelajaran lintas minat geografi (di kelas x mia 5 yang ambil geo cuma aku, roni, sama nisa wkwk), aku terpaksa harus nggabung sama kelas x mia 4 biar bisa belajar juga. Habisnya kelas x mia 5 sebagian besar ambil ekonomi (tapi aku nggak suka ekonomi, hehe). Dengan belajar bersama kelas x mia 4 seminggu dua kali dalam waktu setahun, otomatis aku jadi lumayan kenal baik dengan siswa di sana melalui kegiatan kelompok yang acap kali diselenggarakan guru program PPG UNY waktu semester satu.

Dulu, awalnya yang menjadi wali kelas kami adalah pak guru matematika. Beliau adalah Pak Giri. Rumahnya kalau ndak salah di Kulonprogo. Tapi tiba-tiba, wali kelas kami berganti menjadi Ibu Triwik Damarjati, guru mapel Bahasa Jawa paling legendaris sepanjang masa di SMA kami. Awalnya kami agak, aaaaahhhhh, gitu hehe. Tapi lama kelamaan, aku pribadi merasa sangat menghormati, merasa segan terhadap beliau, atau kayaknya istilah yang paling tepat adalah ngajeni hehe.

Di kelas ini, aku jadi sekretaris lagi. Yaudah lah, gapapa...

Nama kelas : PADTHEER

Sebenernya, aku nggak tahu pastinya kapan nama itu muncul dan siapa pembuatnya. Apa artinya pun menurutku masih ambigu. Hehe. Tapi, ya gapapa. Nama kelas emang harus unik biar terkenang sepanjang masaa :)

Ada banyaaak banget memori di kelas ini. Tak ceritain satu-satu yaa. Tapi ga urut wkwk

Jangan bosen baca 😊

1. Kelas Pertama yang Direnovasi

Pas liburan kenaikan kelas x ke xi, di grup angkatan tu heboh banget kalo alumni ngrenov kelas xi mia 4 jadi bagus banget. Papan tulisnya jadi yang bermaterial dasar kaca, ada rak buku di bawah papan tulisnya, ada tv layar gede yang tipis, mejanya desain minimalis, plus buku2 baru yang keren. Udah kayak rumah-rumah di acara Dulux Let's Color nya Net wkwk. 

Aku tu dari pertama lihat fotonya langsung berharap, semoga kalo kelasnya diacak aku bisa nempatin kelas itu. Ajaibnya, aku bener-bener merasa like it's a miracle that doaku kayak dikabulkan cepet banget, beneraan eeeeh. Terima kasih, Allah 😍. Ku bahagia banget. Langsung tak telusuri, tak pegang-pegang deh kayanya furniture yang ada di kelas. 



Nah, alumni teladan tuh baik-baik. Tak lama kemudian, kelas-kelas yang lain nyusul direnov juga. Model renov nya sama, tapi warna kayu pelapis tampak depannya beda, yaitu coklat tua.

Nilai plus lain dari kelas ini adalah, lokasinya yang dekeet banget dari masjid sekolah. Aku yang dulunya males banget sholat dhuha pas kelas x gara-gara ga banyak temennya, jadi tambah semangat deh. Love love sama kelasnyaa~


2. Layat ke Solo Naik Prameks Sekelas

Sayang banget ini ga ada dokumentasinya :( Tapi ndak papa karena yang paling penting dan tujuan utama dari acara ini adalah untuk melayat ibu dari wali kelas kami.

Hari itu, pas banget aku juga lagi ngerevisi sigmagz kayanya aku inget deh. Nah, jamkos juga waktu itu makanya tak pake ngerevisi. Tahu-tahu, ada berita mengejutkan dari bapak guru pengampu bahasa Indonesia kami, Pak Sarno, bahwa ibu dari wali kelas kami meninggal dunia. Sontak kami, sebagai anak-anak beliau, merasa perlu melayat ke sana. Secara, beliau adalah wali kelas kami.

Saat itu, aku baru beberapa hari naik prameks bareng anak-anak SIGMA 38 ke rumah pak pinum hehe. Terus, eh, naik prameks lagi.

Akhirnya, kami yang awalnya bingung naik apa, beneran apa nggak nih naik prameks bisa, dengan pengalaman yang dimiliki aku dan anak-anak SIGMA di kelas xi mia 4, mantap untuk cuss ke Solo naik Prameks. Nah, untuk sampai ke lokasi melayat kami putuskan untuk jalan kaki saja sebab dari shareloc Pak Sarno, jarak dari Stasiun Solo Balapan tidaklah terlalu jauh.

Tapi tetep aja ya, yang namanya kantong anak SMA, apalagi kayak aku tuh, ga seberapa. Untung bangeeet habis ada pembagian profit event 59, yng lumayan banget buat sangu dan ongkos ke Solo.